Apa Dampak Penguatan Rupiah Terhadap Obligasi?

Bareksa • 09 Nov 2018

an image
Petugas menunjukkan uang dolar AS dan uang rupiah di tempat penukaran uang di kantor PT Valuta Inti Prima, Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Asing tidak akan banyak keluar lagi dari pasar obligasi

Bareksa.com- Harga obligasi pemerintah semakin terbang seiring dengan penguatan rupiah. Pada perdagangan Rabu 7 November 2018 nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp14.565 per dolar AS, menguat tajam 1,61 persen dibandingkan penutupan hari sebelumnya di level Rp14.803 per dolar AS.

Naiknya harga obligasi secara signifikan tersebut turut memperpanjang reli harga yang terjadi sejak selasa pekan lalu.

Kini efek surat utang (obligasi) sebagai salah satu instrumen dengan tingkat risiko lebih rendah dibanding saham terus mencatatkan pelemahan harga. Hal ini tercermin dari turunnya yield (imbal hasil) obligasi tenor 10 tahun yang menjadi benchmark ke level 8,3 persen. Nilai tersebut  turun 3,9 selama sepekan terakhir, dari sebelumnya 8,64 persen.

Grafik: Obligasi Pemerintah 10 Tahun

Sumber: Bareksa.com

Sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia datang dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, investor sudah berpersepsi bahwa cadangan devisa akan membaik pada Oktober 2018. 

Artinya, tekanan terhadap rupiah sepertinya mulai berkurang sehingga Bank Indonesia (BI) tidak perlu lagi menggunakan cadangan devisa secara agresif untuk meredam pelemehan mata uang Garuda. Rupiah yang mulai stabil memberi kepercayaan diri bagi investor untuk mengoleksi mata uang ini. 

Benar saja, di saat pasar sudah ditutup, BI mengumumkan cadangan devisa sampai akhir Oktober US$115,16 miliar atau naik US$353 juta dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$114,85 miliar. Ini adalah pertama kalinya cadangan devisa membukukan kenaikan sepanjang tahun ini.

Sementara dari luar negeri, sentimen utama yang mewarnai pasar adalah Pemilihan Umum Paruh Waktu (sela) di Negeri Paman Sam. Partai Republik, pendukung Presiden Donald Trump, mempertahankan dominasinya di Senat.

Namun Partai Demokrat kini punya suara mayoritas di House of Representative, setelah 2 tahun ini praktis tidak punya kekuatan.

Menguatnya rupiah ikut serta mendorong garis indeks pasar obligasi konvensional (INDOBeX) turuncukup signifikan. Selama Sembilan bulan terakhir, indeks obligasi konvensional (INDOBeX), Indonesia Composite Bond Index (ICBI) berhasil mencetak penguatan 2, 08 persen.

Grafik: Indonesia Composite Bond Index (ICBI)

Sumber : IBPA

Hal yang sama pada kinerja pasar obligasi syariah atau sukuk. Berdasarkan data IBPA, Indonesia Sukuk Index (ISIXC) berhasil membukukan kenaikan sebesar 1,35 persen selama satu minggu terakhir. Dengan kenaikan tersebut, ISIXC berada di level 216,6

Grafik: Indonesia Sukuk Index (ISIXC)

Sumber : IBPA

Adapun untuk tahun 2019, Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, memproyeksikan asing tidak akan banyak keluar lagi dari pasar obligasi. Faktor yang mempengaruhi pertama adalah stabilitas nilai tukar rupiah.

Selain itu, yield obligasi pada tahun depan  diperkirakan juga masih bisa positif yakni di kisaran 9 persen, meskipun ada kenaikan suku bunga. Hal ini disebabkan, entry level pada tahun depan mulai pada angka yang cukup tinggi yakni di kisaran 8,1 persen. Ini berbeda dengan tahun ini yang dimulai pada level 6 persen.

Porsi asing pada obligasi bertenor pendek juga sudah banyak keluar, tersisa 5 persen dari sebelmnya  12 persen.

Sementara itu posisi Indonesia masih menjadi salah satu pilihan investasi terbaik diantara negara emerging market lainnya karena yield yang ditawarkan cukup kompetitif dan potensi penurunan yield karena inflasi yang rendah.

(AM)