
Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) seminggu lalu terus bergerak di zona merah. Bahkan, laju IHSG terhitung sejak awal bulan Mei terus melemah. Hantaman dari internal maupun eksternal memaksa IHSG terus tertekan dalam satu minggu terakhir. IHSG baru sedikit menghijau di hari Kebangkitan Nasional, Jumat kemarin, 20 Mei 2016.
Grafik: Laju IHSG Sejak 2 Mei 2016
Sumber: Bareksa.com
Sejak awal Mei 2016, IHSG sudah jatuh hampir 100 poin dari level 4.808 di tanggal 2 Mei menjadi 4.711 pada sesi penutupan perdagangan, Jumat kemarin.
Bareksa mencoba melakukan survei kepada 10 analis pasar modal untuk mencoba meraba apakah tekanan terhadap IHSG ini akan terus berlanjut? Jika iya, sampai kapan tren itu akan terjadi dan bagaimana kondisinya sampai akhir tahun?
Secara umum, tidak ada analis yang mengatakan turunnya IHSG ini dikarenakan satu penyebab tunggal. Yang memukul pergerakan IHSG ke bawah adalah gabungan dari berbagai sentimen negatif, sementara itu tidak ada sentimen positif yang muncul ke permukaan. Mayoritas analis melihat tekanan terberat pada IHSG datang dari eksternal, yakni rencana kenaikan kembali suku bunga The Federal Reserve.
Analis Samuel Sekuritas, M. Alfatih, mengatakan sentimen dari dalam dan luar negeri, bercampur baur menarik turun IHSG. Dalam jangka pendek hingga menengah, yang menjadi faktor penekan utama adalah rencana The Fed itu. Namun, dalam jangka panjang arah pergerakan indeks akan sangat dipengaruhi oleh kinerja perekonomian dalam negeri. PDB Indonesia yang berada di bawah perkiraan, saat ini membuat pelaku pasar was-was. Selain itu, negatifnya performa saham perbankan juga ikut menahan laju IHSG.
Prospek perbankan yang dipersepsikan negatif--antara lain karena net interest margin (NIM)--dipangkas pemerintah, membuat sektor yang paling berpengaruh kepada IHSG ini terus memerah. Alfatih mengingatkan, bobot empat saham perbankan besar seperti BBRI, BMRI, BBCA dan BBNI, sudah mencapai 16 persen dari IHSG. "Jadi, kalau perbankan jelek dampaknya ke IHSG sangat besar."
Direktur EMCO Asset Management, Hans Kwee, berpandangan penurunan IHSG dipicu serangkaian peristiwa sejak April 2016. Tekanan mulai terjadi sejak muncul data perekonomian China yang jelek. Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu ternyata berada di bawah perkiraan. Ini lalu memicu anggapan bahwa perekonomian global juga akan melambat. Sementara itu, data perekonomian AS terus menunjukkan gejala membaik. Angka pengangguran berkurang dan inflasi membaik. "AS optimistis, sehingga bulan Juni mereka bisa menaikkan suku bunga," kata Hans.
Adapun analis Mega Capital Indonesia, Fadhillah Qudsi, mengungkapkan situasi ini membuat dolar AS lantas menguat. Investor asing yang mengalokasikan dananya di Indonesia, memutuskan 'pulang' kembali ke Uncle Sam.
Namun demikian, selain faktor eksternal, seluruh analis mengamini pendapat Alfatih dari Samuel Sekuritas: yang signifikan menekan IHSG adalah faktor-faktor dari dalam negeri, seperti PDB yang tidak sesuai harapan dan juga buruknya berbagai laporan keuangan perusahaan pada kuartal I 2016.
Analisis menarik diungkapkan Head of Research Universal Broker, Satrio Hutomo. Ia melihat IHSG memang selalu anjlok menjelang puasa. "Yang jelas, memang sudah menjadi kebiasaan asing itu berjualan menjelang puasa. Para pemodal asing dalam beberapa tahun terakhir selalu melakukan profit taking sebelum bulan puasa."
Buntutnya, IHSG terkoreksi. Aksi ambil untung ini akan terus berlangsung hingga satu minggu sebelum Ramadhan dimulai. "Satu minggu sebelum puasa dimulai, barulah mereka menentukan apakan akan diteruskan atau mau bullish lagi. Gejala ini sudah berlangsung 3-5 tahun," kata Satrio.
Lain Satrio, lain lagi Kiswoyo Adi Joe. Analis dari Investa Saran Mandiri ini berargumen penyebabnya bukan cuma puasa. IHSG juga terjungkal karena kena tackle ajang sepakbola empat tahunan, UEFA EURO 2016. "Biasanya kalau ada event sepakbola besar, investor akan keluar dari market dan mengalihkan uangnya ke event besar tersebut."
Menurutnya, hal ini sudah berlangsung lama dan selalu saja terjadi baik di ajang EURO ataupun Piala Dunia. "Nanti ketika sudah mendekati final baru mereka akan kembali lagi ke pasar modal."
Perkiraan IHSG pada akhir 2016
Kepada 10 analis tersebut, Bareksa juga mengajukan pertanyaan berapa perkiraan nilai IHSG pada akhir tahun 2016. Rangkumannya adalah sebagaimana ditunjukkan pada grafik di bawah.
Grafik: Prediksi Analis untuk IHSG pada Akhir 2016
Sumber: Bareksa.com
Semua analis ternyata masih optimistis laju IHSG akan menembus level 5.000 di akhir tahun nanti. Walaupun demikian, rata-rata menambahkan bahwa prediksi ini bisa berubah atau ditinjau kembali di akhir semester pertama 2016.
Fadhillah menerangkan secara historis memang cenderung ada tren pelemahan di bursa saham pada periode Mei-Oktober. Dia merekomendasikan, jika indeks sampai terjerembab di bawah 4.650, sebaiknya investor keluar dulu karena market akan lebih volatile.
Hans Kwee mengakui memang agak berat bagi IHSG untuk menembus level 5.000. Namun, ia melihat ada beberapa sentimen positif yang bisa mengerek IHSG naik. Salah satunya adalah, jika dalam 2-3 minggu ke depan RUU Tax Amnesty jadi disahkan DPR. Dengan demikian, dalam 3-6 bulan setelah itu dana yang selama ini parkir di luar negeri diharapkan akan mulai masuk ke Indonesia. Hal ini akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Sentimen positif lain yang ditunggu investor adalah kemungkinan S&P menaikkan peringkat Indonesia ke tingkat 'investment grade'.
"Saya pikir dalam hitungan minggu, pasar bisa saja berbalik arah," katanya. (kd)