
Bareksa - Harga emas dunia terus menembus rekor baru memperpanjang reli dalam beberapa hari terakhir. Menurut data Investing, harga emas spot global hari ini Kamis (16/10) pukul 10.00 WIB menembus US$4.241 per ons, naik 0,73% dari hari sebelumnya, melesat 14% sebulan terakhir dan 58% setahun terakhir.
Sumber: Investing
Lonjakan harga emas didorong oleh meningkatnya ketegangan geopolitik dan perang dagang AS–Tiongkok, di tengah ekspektasi kuat terhadap pemangkasan suku bunga The Federal Reserve. Data LSEG mencatat probabilitas 98% bahwa bank sentral AS akan menurunkan suku bunga 25 basis poin pada rapat Oktober ini, yang secara historis menekan imbal hasil dolar dan memperkuat daya tarik emas sebagai aset lindung nilai (safe haven).
Secara teknikal, analis Andy Nugraha dari Dupoin Futures Indonesia menilai struktur candlestick emas masih menunjukkan momentum penguatan yang solid. Selama harga bertahan di atas US$4.177, tren bullish dinilai tetap valid dengan potensi kenaikan menuju US$4.275.
“Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang turun ke 4,05%, serta pelemahan yield riil ke 1,71%, juga menjadi sinyal tambahan bahwa investor tengah mengalihkan portofolio ke aset berisiko rendah seperti logam mulia,” ungkap Andy dalam keterangannya (16/10).
Namun, Andy mengingatkan volatilitas tinggi bisa memicu koreksi mendadak, sehingga disiplin manajemen risiko tetap menjadi kunci. Bagi investor ritel, kondisi pasar saat ini membuka peluang menarik untuk akumulasi bertahap di tengah tren penurunan suku bunga global.
Dengan geopolitik yang belum mereda dan potensi kebijakan moneter yang lebih longgar, emas tetap menjadi instrumen unggulan bagi mereka yang ingin melindungi nilai aset dari inflasi dan pelemahan dolar AS. Meski begitu, pelaku pasar disarankan untuk mencermati pernyataan pejabat The Fed dan rilis inflasi AS akhir bulan ini dua faktor yang berpotensi menentukan arah reli emas selanjutnya.
Tren ini juga mencerminkan pergeseran strategi investasi global. Laporan Kitco News (15/10), Steven Schoffstall, Direktur ETF Product Management di Sprott mengatakan, investor kini mulai meninggalkan model portofolio klasik 60/40 dan beralih ke struktur 60/20/20, dengan 20% dialokasikan ke emas dan perak.
Model portofolio 60/20/20 menjadi tren baru karena menyeimbangkan risiko antara aset berimbal hasil, obligasi, dan lindung nilai emas. Dia mencatat, tahun ini terjadi arus masuk investasi lebih dari US$38 miliar ke ETF logam mulia, menandakan meningkatnya penerimaan terhadap emas sebagai instrumen utama diversifikasi risiko di tengah gejolak global.
Schoffstall menilai momentum kenaikan harga emas masih jauh dari selesai. Selain didorong ekspektasi pelonggaran moneter dan kekhawatiran geopolitik, pembelian besar-besaran oleh bank sentral sekitar 1.000 ton per tahun selama tiga tahun terakhir, turut memperkuat tren de-dolarisasi global.
Ia menambahkan, peluang terbesar justru ada di saham-saham tambang emas dan perak yang memiliki leverage terhadap harga komoditas dan tahun ini mencatatkan kenaikan hingga 130%, dua kali lipat dari emas fisik.
Bagi investor ritel, ini memperluas opsi investasi logam mulia, tidak hanya sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan dolar AS, tapi juga sebagai sumber potensi imbal hasil tinggi di era ketidakpastian ekonomi global. Dengan volatilitas tinggi dan arah suku bunga yang mulai melunak, investor perlu menyesuaikan strategi agar tetap optimal di fase baru siklus emas ini
Menurut data fitur Bareksa Emas, harga emas dalam negeri hari ini (16/10), emas fisik digital Treasury Rp2.303.696 per gram (harga diskon dari harusnya Rp2.315.272), emas Pegadaian Rp2.334.000 per gram dan emas Indogold Rp2.307.552 per gram. Adapun emas batangan Antam di harga Rp2.407.000 per gram. Setahun terakhir, harga emas dalam negeri sudah naik di kisaran 61% hingga 70%.
Sumber: fitur Bareksa Emas (16/10/2025)
Menurut Bank of America Global Research, harga emas berpotensi mencapai US$5.000 per ons di 2026 dengan harga rata-rata US$4.400 per ons sepanjang tahun depan. Kenaikan ini didorong oleh defisit fiskal AS yang melebar dan mendorong permintaan safe haven, kebijakan suku bunga rendah berkelanjutan, serta lonjakan pembelian emas fisik dan ETF global, terutama dari Asia.
Proyeksi senada disampaikan Societe Generale (SocGen) yang memperkirakan harga emas bisa mencapai US$5.000 per ons pada akhir 2026, seiring meningkatnya arus dana ke reksadana emas exchange traded fund (ETF) dan pembelian besar-besaran oleh bank sentral.
Dengan asumsi kurs rupiah di pasar spot hari ini (16/10) Rp16.577 per dolar AS, maka asumsi harga emas dalam negeri di 2026 dengan nilai kurs yang sama adalah Rp2,76 juta hingga Rp2,89 juta per gram dengan potensi kenaikan sekitar 20%. Detail kalkulasinya sebagai berikut:
Jenis Emas | Harga Saat Ini (Rp/gram) | Estimasi Jika Emas Dunia US$5.000 | Potensi Kenaikan 2026 |
|---|---|---|---|
Treasury | Rp2.303.696 | Rp2.767.000 | 20,1% |
Pegadaian | Rp2.334.000 | Rp2.806.000 | 20,2% |
Indogold | Rp2.307.552 | Rp2.774.000 | 20,2% |
Antam | Rp2.407.000 | Rp2.892.000 | 20,1% |
Sumber: Investing, Kitco News, Fitur Bareksa Emas diolah
Investor bisa memanfaatkan platform emas fisik digital seperti Bareksa Emas untuk membeli bertahap sesuai profil risiko.
(AM)
***
DISCLAIMER
Fitur Bareksa Emas dikelola oleh PT Bareksa Inovasi Digital, berkerja sama dengan Mitra Emas berizin.