
Bareksa - Harga emas kembali naik mencatat rekor tertingginya secara intraday. Mengutip data Investing, harga emas spot dunia menyentuh US$4.190 per ons pada Rabu (15/10) pukul 12.15 WIB, naik 1,2% dari penutupan sebelumnya. Sebulan terakhir, harga emas naik 13,8% dan setahun terakhir melonjak 57%.
Sumber: Investing
Menurut data fitur Bareksa Emas, harga emas dalam negeri ini (15/10), emas fisik digital Treasury Rp2.286.343 per gram (harga diskon dari harusnya Rp2.297.832), emas Pegadaian Rp2.331.000 per gram dan emas Indogold Rp2.307.552 per gram. Adapun emas batangan Antam di harga Rp2.360.000 per gram. Setahun terakhir, harga emas dalam negeri sudah naik di kisaran 58% hingga 70%.
Sumber: fitur Bareksa Emas (15/10/2025)
Menurut riset Treasury (15/10), lonjakan harga emas didorong dua faktor utama:
1. Ketegangan geopolitik AS–China yang kembali memanas, meningkatkan permintaan terhadap aset aman (safe haven)
2. Ekspektasi pemangkasan suku bunga global, terutama dari Federal Reserve (The Fed), yang membuat emas lebih kompetitif dibandingkan obligasi.
Kenapa Harga Emas Naik Saat Suku Bunga Turun?
Bagi investor pemula, hubungan ini penting dipahami: suku bunga turun → dolar AS melemah → emas jadi lebih menarik. Sehingga ketika suku bunga dan imbal hasil obligasi turun, maka investor cenderung mencari aset yang tidak bergantung pada bunga.
Emas menjadi pilihan karena:
1. Nilainya tidak tergerus inflasi
2. Tidak dipengaruhi kebijakan bank sentral
3. Berfungsi sebagai lindung nilai (hedging) di tengah ketidakpastian geopolitik dan fiskal.
Sinyal penurunan suku bunga dari The Fed menjadi katalis utama reli harga emas hingga akhir tahun ini.
Menurut Bank of America Global Research, harga emas berpotensi mencapai:
- US$5.000 per ons di 2026
- Dengan harga rata-rata US$4.400 per ons sepanjang tahun depan
Kenaikan ini didorong oleh:
- Defisit fiskal AS yang melebar dan mendorong permintaan safe haven
- Kebijakan suku bunga rendah berkelanjutan
- Lonjakan pembelian emas fisik dan ETF global, terutama dari Asia
Proyeksi senada sebelumnya juga disampaikan analis Societe Generale (SocGen) dalam riset terbarunya. Laporan Kitco News mengungkapkan analis SocGen memperkirakan harga emas bisa mencapai US$5.000 per ons pada akhir 2026, seiring meningkatnya arus dana ke reksadana emas atau exchange traded fund (ETF) dan pembelian besar-besaran oleh bank sentral.
“Pekan lalu harga emas mencapai US$4.042 per ons, hanya US$276 di bawah proyeksi bullish kami untuk Q4 2026 di US$4.318 per ons yang kami rilis sebulan lalu,” tulis para analis.
Menurut analis Treasury, secara teknikal emas mencatat kenaikan 50,3% sejak awal tahun, menandakan tren bullish tahunan masih kuat. Indikator RSI masih di zona sehat, menunjukkan belum ada tanda overbought atau koreksi besar jangka pendek. Dengan momentum teknikal dan prospek makro, tren jangka menengah emas masih dinilai positif hingga 2026.
RSI (Relative Strength Index) adalah indikator teknikal yang digunakan untuk mengukur kekuatan tren dan momentum pergerakan harga suatu aset, seperti saham, emas, atau kripto.
Meski harga sudah tinggi, namun emas dinilai masih layak diakumulasi, namun dengan strategi yang tepat. Investor disarankan menggunakan strategi Dollar Cost Averaging (DCA), yaitu membeli emas secara bertahap dan rutin agar terhindar dari risiko membeli di puncak harga.
Untuk investor jangka menengah, strategi akumulasi bertahap tetap menjadi pilihan terbaik, fokus pada kestabilan nilai dan potensi apresiasi hingga dua tahun ke depan.
Profil Investor | Rekomendasi |
|---|---|
Konservatif | Strong Buy |
Moderat | Strong Buy |
Agresif | Strong Buy |
Sumber: riset Treasury
Seiring proyeksi berbagai analis dunia harga emas spot dunia tahun depan bisa mencapai US$5.000 per ons pada 2026, maka harga emas dalam negeri bisa mencapai Rp2,7-2,8 juta per gram, atau ada potensi kenaikan 20% dari harga saat ini.
(Rahmat Hidayat/AM)
***
DISCLAIMER
Fitur Bareksa Emas dikelola oleh PT Bareksa Inovasi Digital, berkerja sama dengan Mitra Emas berizin.