Berita Hari Ini: Listrik Gratis untuk 24 Juta Pelanggan; BI Beri Insentif Bank

Bareksa • 02 Apr 2020

an image
Warga memeriksa meteran listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

Investor asing keluar dari SBN Rp134,9 triliun kuartal I; Subsidi BPJS Kesehatan Rp3 triliun untuk klaim faskes

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 2 April 2020.

Listrik Gratis

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan akan menggratiskan listrik selama 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450 VA. Pembebasan biaya listrik ini akan berlaku selama tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni 2020.

Selain 24 juta pelanggan tersebut, ada juga 7 juta pelanggan rumah tangga 900 VA yang akan diberi diskon sebesar 50 persen hingga Juni. Keringanan tersebut diberikan untuk membantu perekonomian masyarakat yang terpukul akibat wabah corona.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, 31 juta pelanggan PLN yang menerima keringanan tersebut adalah rumah tangga tidak mampu yang selama ini sudah menerima subsidi listrik, yakni mereka yang termasuk dalam 40 persen masyarakat termiskin di Indonesia berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).  

"Sejumlah kira-kira 31 juta pelanggan yang disebutkan adalah saudara-saudara kita yang selama ini sebagai penerima subsidi listrik, yaitu golongan pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA yang bukan RTM (Rumah Tangga Mampu)," kata Rida kepada kumparan, Selasa (31/3).

Rida menambahkan, pemerintah akan menambah anggaran subsidi listrik untuk PLN karena adanya kebijakan baru ini.

"Sesuai dengan yang kita dengar dari pengumuman Presiden sore tadi, itu bagian dari program perlindungan sosial yang dituangkan dalam Perppu khusus. Alokasi dananya juga telah disebutkan untuk program itu, sekitar Rp 110 triliun," tegasnya.

Sementara itu, PLN menyatakan mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk membebaskan pembayaran listrik bagi 24 juta pelanggan dengan daya 450 VA dan memberikan diskon 50 persen bagi 7 Juta pelanggan dengan daya 900 VA bersubsidi.  

Outflow Asing

Investor asing pada kuartal I-2020 sudah keluar dari pasar obligasi pemerintah baik, konvensional maupun syariah. Berdasarkan data surat berharga negara (SBN) yang dapat diperdagangkan di Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, dana asing yang keluar mencapai Rp 134,95 triliun.

Pada akhir 2019, nilai kepemilikan investor asing pada SBN tercatat sebesar Rp 1.061,86 triliun. Pada 31 Maret 2020, nilai tersebut berkurang menjadi Rp 926,91 triliun.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, sempat memberikan penjelasan terkait penarikan dana asing dari pasar keuangan Indonesia yang disebabkan tekanan global dan volatilitas di pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Tekanan global mereda, meskipun masih tinggi volatilitas dan ketidakpastiannya," kata Perry di Channel Youtube Bank Indonesia, Selasa (31/3/2020).

Perry mengatakan, periode 20 Januari atau outbreak virus corona terjadi penarikan dana asing cukup deras mengalir keluar. Bank sentral sendiri telah melakukan buyback atau pembelian kembali SBN di pasar sekunder mencapai Rp 166,2 triliun.

Namun, Perry menambahkan minat investor asing terhadap instrumen investasi di Indonesia termasuk obligasi negara masih tinggi. Hal itu itu tercermin dari lelang SBN yang dimenangkan pemerintah hingga Rp 22,2 triliun, di atas target sebesar Rp15 triliun.

"Karena memang bid-nya [penawaran yang masuk dari investor] Rp 35,1 triliun, jadi memang minat investor beli SBN masih tinggi dan Kementerian Keuangan memenangkan lelang lebih dari target Rp 15 triliun, dan memenangkan Rp 22,2 triliun dari bid yang masuk," jelas Perry.

Perry menjelaskan sebagian besar aliran modal asing keluar lebih karena momen pandemi corona (COVID-19). Jika dihitung periode 20 Januari hingga 30 Maret lalu, terjadi arus keluar (outflow) sebesar Rp 167,9 triliun.

Insentif Bank

Bank Indonesia (BI) menerbitkan ketentuan mengenai pemberian insentif kepada bank yang memberikan penyediaan pendanaan bagi kegiatan ekonomi tertentu melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 22/4/PBI/2020 tentang Insentif bagi Bank yang Memberikan Penyediaan Dana untuk Kegiatan Ekonomi Tertentu guna Mendukung Penanganan Dampak Perekonomian Akibat Wabah Virus Corona, berlaku pada 1 April 2020.

Insentif yang diberikan berupa kelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam Rupiah yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 0,5% (50bps). Pemberian insentif ini dilakukan pertama kali pada tanggal 16 April 2020 dengan menggunakan data Maret 2020, yang akan dilakukan secara bulanan dan diberikan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

Penerbitan ketentuan ini merupakan tindak lanjut keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Maret 2020, yang memutuskan bahwa BI memperluas kebijakan insentif pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) harian dalam Rupiah sebesar 50bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain.

Ketentuan ini merupakan salah satu implementasi kebijakan makroprudensial BI yang akomodatif untuk mendorong intermediasi perbankan sebagai upaya BI untuk memitigasi dampak COVID-19 di tengah meningkatnya risiko ketidakpastian global terhadap perekonomian domestik.

Adapun cakupan pengaturan dalam ketentuan ini meliputi:

Pemberian insentif bagi bank yang melakukan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu, yaitu: kegiatan ekspor, kegiatan impor, kegiatan UMKM, dan/atau kegiatan ekonomi pada sektor prioritas lainnya yang ditetapkan BI.

Insentif yang diberikan berupa kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 0,5 persen (50bps).

Cakupan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu yang terdiri atas: kredit atau pembiayaan ekspor, kredit atau pembiayaan impor yang bersifat produktif, letter of credit, kredit atau pembiayaan UMKM, dan/atau kredit atau pembiayaan lainnya yang ditetapkan oleh BI.

Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan otoritas terkait senantiasa memantau perkembangan pandemi COVID-19 guna menempuh langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk memitigasi dan mengurangi dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Pembatasan DKI Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga saat ini belum membatasi atau menyetop penggunaan moda transportasi dari dan ke luar Jakarta. Sebab, Jakarta belum ditetapkan berstatus boleh melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh Kementerian Kesehatan, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Oleh karena itu, transportasi dari dan ke luar Jakarta pada hari ini masih beroperasi normal. Pemprov DKI baru membatasi operasional MRT, LRT, dan transjakarta yang beroperasi di dalam kota.

"Untuk transportasi, otomatis kami baru akan pembatasan ekstremnya setelah ada penetapan dari Pak Menkes terkait dengan PSBB," ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo saat dikonfirmasi, Rabu (1/4/2020) malam.

Syafrin enggan menyampaikan rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menindaklanjuti PP Nomor 21 Tahun 2020 tersebut, apakah akan mengajukan status PSBB untuk Jakarta atau tidak.

Namun, menurut Syafrin, status PSBB seharusnya bisa diajukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB bisa sekaligus mengajukan status PSBB untuk kawasan Jabodetabek, tidak hanya Jakarta.

Subsidi BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) menyatakan subsidi anggaran Rp3 triliun yang diperoleh dari pemerintah sepenuhnya akan digunakan untuk membayar klaim bagi fasilitas kesehatan atau faskes.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan bahwa pemerintah memberikan subsidi bagi BPJS Kesehatan sebagai respons atas penyebaran virus corona. Menurutnya, pemerintah berusaha memastikan kecukupan pembiayaan program JKN pada tahun ini melalui subsidi tersebut.

Pemerintah menggelontorkan tambahan anggaran kesehatan senilai Rp75 triliun untuk menghadapi pandemi Covid-19. Dari jumlah tersebut, Rp3 triliun di antaranya dialokasikan bagi BPJS Kesehatan sebagai subsidi iuran untuk penyesuaian tarif Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Iqbal menjelaskan pihaknya akan menggunakan dana subsidi tersebut sepenuhnya untuk membayar utang klaim BPJS Kesehatan. Menurut Iqbal, hal tersebut akan dilakukan segera setelah uang subsidi diterima oleh BPJS Kesehatan.

"Tentu digunakan untuk membayar [klaim] ke faskes. Seluruhnya," ujar Iqbal kepada Bisnis, Rabu (1/4/2020).

Iqbal pun menjelaskan pemberian subsidi tersebut turut dilakukan dengan mempertimbangkan adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran peserta mandiri. Hal ini, menurutnya, akan berdampak kepada kebutuhan anggaran BPJS Kesehatan pada 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan subsidi anggaran untuk BPJS Kesehatan akan ditujukan bagi peserta PBPU Kelas 3 sebanyak 14 juta jiwa dan pergeseran peserta PBPU ke Kelas 3 sebanyak 16 juta jiwa. Hal tersebut membuat total peserta PBPU yang menerima subsidi mencapai 30 juta jiwa.