Berita Hari Ini: Lelang SBSN 10 Maret; Rini Soemarno Lapor Kasus Jiwasraya

Bareksa • 09 Mar 2020

an image
Kepala Staf Kantor Transisi Jokowi-JK Rini Soemarno usai mengadakan pertemuan dengan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 26 September 2014

Total emisi obligasi sukuk di BEI sejak 2020 capai Rp 13,07 triliun; Perubahan PSAK berdampak ke emiten

Bareksa.com - Berikut sejumlah berita dan informasi terkait investasi, ekonomi yang disarikan dari sejumlah media dan keterbukaan informasi Senin, 9 Maret 2020.

Lelang SBSN

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan akan mengadakan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara pada Selasa (10/3). Dalam lelang kali ini pemerintah memiliki target indikatif Rp 7 triliun.

Jika melihat dua lelang SBSN sebelumnya, sebenarnya tren jumlah penawaran yang masuk justru mengalami penurunan. Pada lelang SBSN 11 Februari 2020, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 69,57 triliun. Sementara pada lelang SBSN terakhir, 25 Februari kemarin, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 60,54 triliun.

Head of Fixed Trimegah Asset Management Darma Yudha melihat, tren penurunan jumlah penawaran berpotensi masih akan terjadi pada lelang Selasa esok. Menurutnya, berbagai kondisi yang terjadi saat ini masih belum menumbuhkan minat investor.

Market saat ini masih volatile dan risk appetite para investor belum terlihat terlalu risk on. Sehingga besar kemungkinan, jumlah penawaran yang masuk pada lelang besok akan sedikit mengalami penurunan,” ujar Yudha ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (6/3).

Oleh sebab itu, Yudha memproyeksikan jumlah penawaran yang masuk akan turun berkisar 20 - 30 persen dibandingkan dengan lelang SBSN pada 25 Februari.

Laporan Kasus Jiwasraya

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Rini Soemarno, diketahui pernah melaporkan dugaan fraud atau kecurangan investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) sejak 17 Oktober 2019. Kala itu, Rini mengirimkan laporan formal kepada Kejaksaan Agung.

Dalam laporannya, Rini Soemarno menyebut indikasi fraud yang terjadi di dua perseroan pelat merah ini diduga melibatkan grup perusahaan tertentu yang dimiliki Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.

Di grup Heru, transaksi saham itu menyeret emiten IIKP, PCAR, FIRE, TRAM, POOL, POLA, SMRU, dan TRAM.

Sedangkan di grup Benny, transaksi terjadi di emiten MYRX, BTEK, ARMY, ANDI, dan sebagainya. Terkini, Kejaksaan Agung telah menetapkan Benny dan Heru menjadi tersangka.

Rini menyebut akibat transaksi itu, Jiwasraya dan Asabri masing-masing mengalami kerugian investasi sebesar Rp13,7 triliun dan Rp8 triliun. Perusahaan pun menjadi tidak likuid dan tidak bisa dicairkan lantaran kualitas aset investasinya kurang baik. Rini lalu meminta Kejaksaan Agung menindaklanjuti dugaan fraud itu.

Obligasi dan Sukuk Ritel

Sejak awal 2020 hingga pekan pertama Maret total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat di Bursa Efek indonesia (BEI) senilai Rp 13,07 triliun.

"Jumlah itu merupakan 9 emisi dari delapan perusahaan," demikian data BEI yang dipublikasikan Sabtu (7/3/2020).

Sementara BEI pada Rabu (4/3/2020) terdapat pencatatan dua obligasi, yakni Obligasi Berkelanjutan I Sampoerna Agro Tahap I Tahun 2020 dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Sampoerna Agro Tahap I Tahun 2020 dengan nominal masing-masing Rp 300 miliar. Selain itu, Obligasi Subordinasi Berkelanjutan II Bank BJB Tahap I Tahun 2020 sebesar Rp 500 juta.

Dengan pencatatan ini, maka total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 427 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp 446,15 triliun dan US$ 47,5 juta, diterbitkan oleh 117 perusahaan.

Sementara Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 94 seri senilai Rp 2.825,93 triliun dan US$ 400 juta. Adapun Efek Beragun Aset (EBA) sebanyak 11 emisi senilai Rp 10,21 triliun.

Dampak Corona ke Bisnis Hotel

Mewabahnya virus corona atau Covid-19 memberikan dampak ke berbagai sektor, termasuk memukul pariwisata. Di Indonesia, sektor binis hotel dan restoran sudah merasakan dampak adanya wabah virus corona sejak Januari 2020.

Seperti dikutip Kompas, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani mengatakan, beberapa kajian PHRI menunjukkan penurunan di sektor perhotelan pada Januari dan Februari 2020.

Lantas seberapa besar dampak corona ke bisnis hotel? Keterisian Hotel anjlok. Misalkan saja di Provinsi Riau, tingkat keterisian hotel menurun 30 persen sampai dengan 40 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara rata-rata tingkat keterisian hotel hanya 20-30 persen.

Saat ini kata PHRI, turis China merupakan kontribusi wisman terbesar di Bali. Oleh karena itu, penurunan kunjungan turis China akibat wabah virus corona memiiki dampak besar ke pariwisata Bali.

Tak cuma itu, wabah corona juga berdampak ke tingkat keterisian hotel di daerah Ubud dan Sanur yang menjadi lokasi favorit turis Eropa dan Australia menginap. Jumlah penurunan keterisian hotel di daerah ini sebesar 20-30 persen.

Perubahan PSAK

Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71, 72, dan 73 sesuai dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang mengadopsi International Financial Reporting Standars (IFRS) mulai 1 Januari 2020 diprediksi bakal berdampak terhadap pelaporan kinerja keuangan beberapa emiten.

PSAK 71 mengatur dan memberi panduan tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan, termasuk poin tentang pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan berupa piutang, pinjaman, atau kredit.

Selanjutnya, PSAK 72 mengatur mengenai pendapatan dari kontrak dengan pelanggan, yang semula ruled based menjadi berbasis prinsip, serta PSAK 73 akan mengubah pembukuan transaksi sewa dari sisi penyewa.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menilai, ada beberapa sektor yang bakal terpengaruh oleh implementasi PSAK baru ini. Pertama, sektor yang akan terdampak oleh penerapan PSAK ini adalah sektor perbankan.

“Perbankan yang akan memberikan kredit, harus mempunyai cadangan kerugian penurunan nilai mulai dari yang statusnya lancar hingga macet,” katanya pada Kontan.co.id, Jumat (6/3).

Selain sektor perbankan, PSAK 72 juga akan berdampak besar untuk sektor properti karena terdapat perbedaan untuk mencatatkan keuntungan dari pembangunan properti.