Berita Hari Ini : OJK Sanksi Emco AM, BI Sebut Ekonomi Rebound di Kuartal II

Bareksa • 05 Mar 2020

an image
Seorang warga memotret gedung bertingkat menggunakan gawainya di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Senin (27/1/2020). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 berkisar di bawah 5,1 persen. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww)

Subscription reksadana Februari menyusut, asuransi respons regulasi OJK, bank buku 3 ambles, BI tanggapi Fed Rate

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 05 Maret 2020 :

PT Emco Asset Management

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diam-diam telah menjatuhkan sanksi kepada PT Emco Asset Management. Perusahaan manajer investasi (MI) ini merupakan milik anggota keluarga Melchias Markus Mekeng, Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya (Gokar).

Hal itu terungkap dari sebuah surat yang ditandatangani Kepala Departemen Pegawasan Pasar Modal 1A OJK, Luthfy Zain Fuady. OJK tidak pernah mengumumkan sanksi tersebut dalam situs resminya kepada publik, entah apa sebabnya.

Dilansir Kontan (4/3/2020), lewat surat itu OJK menyebutkan, telah memerintahkan Emco Asset Management tidak menerbitkan produk investasi baru. Selain itu, OJK tidak memperkenankan Emco Asset Management memperpanjang dan atau menambah dana kelolaan kontrak pengelolaan portofolio efek untuk kepentingan nasabah secara individual.

OJK juga tidak mengizinkan Emco Asset Management menambah unit penyertaan baru (subscription) dari seluruh reksadana dan produk investasi lainnya. Selanjutnya, lanjut isi surat tersebut, OJK memerintahkan kepada Emco Asset Management untuk segera melakukan penyelesaian pembayaran atas instruksi redemption dari nasabah.

Emco Asset Management juga harus segera melaporkan perkembangan atas penyelesaian masalah redemption dana nasabah. OJK juga menegaskan saat ini pihaknya sedang melakukan pemeriksaan terhadap Emco Asset Management, termasuk pemeriksaan atas informasi terkait tidak dipenuhinya redemption dari nasabah.

Berdasarkan hasil penelusuran Kontan, Emco Asset Management diketahui dimiliki oleh keluarga Melchias Markus Mekeng. Merujuk sejumlah data perusahaan per awal Februari 2020, Petrus Hadi Satria Bapa, putra Melchias, merupakan penerima manfaat akhir (beneficial owner) Emco Asset Management.

Petrus Hadi mengendalikan Emco Asset Management melalui PT Petrada Asia Gantara, yang merupakan kakek usaha Emco Asset Management. Berikut ini penjelasan alur kepemilikan perusahaan aset manajemen tersebut. Dimulai dari kepemilikan saham Emco Asset Management saat ini yang dipegang oleh PT Petrada Artha Investama dan Makmur Widjaja.

Petrada Artha Investama memegang 95 persen saham Emco Asset Management, dan Makmur Widjaja mengapit sisanya 5 persen. Berlanjut pada pemilik Petrada Artha Investama. Pengendali perusahaan ini yakni Petrada Asia Gantara dengan porsi kepemilikan 99,06 persen. Sedangkan sisa kepemilikan 0,94 persen saham Petrada Artha Investama diapit oleh Januarius Gregorius Goleng.

Penelusuran penerima manfaat akhir Emco Asset Management berakhir pada Petrada Asia Gantara. Perusahaan Ini merupakan kakek usaha Emco Asset Management. Merujuk data Kementerian Hukum dan HAM per awal Februari 2020, pemegang mayoritas saham Petrada Asia Gantara adalah Petrus Hadi Satria Bapa, Putra Melchias.

Reksadana

Kendati pembelian baru investasi reksa dana (subscription) reksadana sepanjang Februari mengalami penyusutan secara month on month, kondisi ini diyakini akan cepat berbalik. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, yang dilansir Bisnis.com, total subscription reksadana sepanjang Februari tercatat sebanyak Rp47,99 triliun, sedangkan nilai penarikan investasi reksa dana (redemption) mencapai Rp47,95 triliun. Dengan demikian, terjadi aksi pembelian bersih atau net subscription senilai Rp41,91 miliar.

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, total nilai pembelian investasi tercatat melambat 14,65 persen secara bulanan (mom). Meskipun terjadi net redemption pada Januari, aksi beli mencapai Rp56,23 triliun.

Asuransi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berniat memperketat pengaturan penjualan asuransi melalui perbankan. Hal itu dilakukan untuk menghindari terjadinya kasus seperti yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya. Menanggapi hal itu, Chief Marketing Officer PT Allianz Life Indonesia Karin Zulkarnaen mengatakan, aturan yang dikeluarkan oleh OJK hendaknya turut memikirkan nasabah. Hal itu dikarenakan nasabah senang akan tawaran dan pilihan yang diberikan.

“Produk unitlink sendiri ada 2 komponen, investasi dan proteksi. Kalau komponen investasi kita harus mengikuti market yang ada, jadi kemungkinan yang bisa diatur hanya dari sisi proteksinya saja,” jelasnya Rabu, (4/3) dilansir Kontan.

Meski begitu, hingga saat ini pihaknya masih belum mengetahui kebijakan yang akan ditetapkan. Namun, ia berharap nantinya aturan tersebut dapat dipertimbangkan dengan kepentingan nasabah. Jika mengacu kepada kasus Jiwasraya, Allianz tidak mengalami penurunan nasabah. Ia menegaskan nasabah Allianz masih mengalami pertumbuhan yang signifikan meski adanya kasus Jiwasraya.

Perbankan

Rata-rata kinerja Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 sepanjang 2019 ambles dari berbagai sisi, baik laba, kredit, hingga dana pihak ketiga (DPK). Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) laba bank buku 3 ambles 10,04 persen pada 2019 menjadi Rp34,48 triliun, dibandingkan 2018 senilai Rp38,33 triliun.

Dilansir CNBC Indonesia, penurunan laba ini salah satunya disebabkan oleh turunnya pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) turun 8,31 persen pada 2019 menjadi Rp98,46 triliun, dari 2018 senilai Rp107,38 triliun. Akibatnya net interest margin (NIM) bank buku 3 pun turun menjadi 3,98 persen dari 4,22 persen pada 2018.

Dari sisi kredit rata-rata bank buku 3 pun ambles 5,16 persen pada 2019 menjadi Rp1.734,18 triliun, dari 2018 senilai Rp1.828,71 triliun. Sementara itu rata-rata DPK bank buku 3 pun turun hingga 5,47 persen pada 2019 menjadi Rp1.672,22 triliun, dibandingkan 2018 senilai Rp1.769,02 triliun.

Dengan penurunan kredit dan DPK sepanjang 2019, likuiditas bank pun semakin ketat dengan level loan to deposits (LDR) di 103,71 persen, naik tipis dibandingkan 2018 yang sebesar 103 persen. Nilai ini di atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) yakni 94 persen. Semakin tinggi LDR maka semakin ketat likuiditas yang dikelola oleh perbankan.

Penurunan rata-rata kinerja ini juga tercermin dari kinerja PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). Bank BUMN buku 3 terbesar ini hanya mencapai laba Rp209 miliar pada 2019, ambles lebih dari 92 persen ketimbang perolehan laba 2018 yang mencapai Rp2,81 triliun. Selain itu, PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) yang laba bersihnya juga anjlok hampir 15 persen menjadi Rp1,92 triliun pada 2019. Padahal pada 2018 bank asal Malaysia ini masih di angka Rp 2,26 triliun.

Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) melihat langkah the Fed memangkas suku bunga 50 bps sebelum jadwal FOMC pada 18 Maret 2020 telah memberikan kelegaan bagi pasar keuangan pasar berkembang termasuk Indonesia. Kepala Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengungkapkan kebijakan ini membuat pasar negara berkembang tidak tertekan secara berlebihan.

"Penuruan suku bunga di negara maju terutama oleh ECB dan BOK diperkirakan akan disertai dengan peningkatan injeksi likuditas sehingga likuditas global akan semakin berlimpah, yang tidak mungkin seluruhnya ditempatkan di instrumen keuangan negara maju," ujar Nanang, Rabu (4/3/2020) dilansir Bisnis.com.

Bahkan, spread antara yield US Treasury tenor 10 tahun (1 persen) dan yield SBN 10 tahun (6,57 persen) kian melebar menjadi 557 basis poin (bps). Nanang menegaskan mekanisme pasar valas semakin membaik di tengah sentimen virus corona yang masih menyelimuti global. Dia mengungkapkan bank sentral hanya melakukan intervensi di pasar valas pagi ini, untuk menjaga kepercayaan pasar terhadap rupiah.

Pertumbuhan Ekonomi

Bank Indonesia meyakini adanya rebound ekonomi pada kuartal II 2020, setelah pertumbuhan kuartal pertama diperkirakan melemah di bawah 5 persen akibat wabah virus corona. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan kuartal pertama pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 4,9 persen. Kemudian, pertumbuhannya akan mendekati 5 persen pada kuartal kedua.

"Ini bukan skenario doomsday ya, tetapi yang [skenario] v-shape ya," papar Perry, Rabu (4/3/2020) dilansir Bisnis.com.

BI mengunakan skenario v-shape untuk mengambarkan pola pergerakan ekonomi global dan Tanah Air yang terdampak wabah virus corona. Dalam skenario ini, Perry mengungkapkan dua bulan ini - Februari dan Maret - akan menjadi titik terendah dalam krisis virus corona tersebut.

Enam bulan selanjutnya akan menjadi masa recovery bagi ekonomi Indonesia. Perry menegaskan masa pemulihan ini akan dibarengi dengan kebijakan yang terkoordinasi. "Jadi angka-angka di atas bukan tanpa policy, itu dengan policy," tegas Perry.

Dari penilaian ini, BI memutuskan untuk memangkas perkiraan ekonomi pada tahun ini menjadi 5 persen - 5,4 persen dari sebelumnya 5,1 persen - 5,5 persen. Namun, Perry meyakini perekonomian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,2 persen hingga 5,6 persen.

(*)