Berita Hari Ini : Jokowi Umumkan Ibu Kota Baru Jumat, OCBC Disebut Incar Permata

Bareksa • 15 Aug 2019

an image
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat meresmikan Tol Solo-Ngawi segmen Sragen-Ngawi di Rest Area KM 538, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (28/11/2018). Proyek percepatan pembangunan infrastruktur program Jokowi. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Neraca dagang diperkirakan defisit, yield Inversion di AS beri sinyal resesi, jumlah IPO Indonesia terbanyak ASEAN

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 15 Agustus 2019.

PT Bank Permata Tbk (BNLI)

Jumlah investor yang melirik saham Bank Permata semakin bertambah. Pamornya ternyata tak redup pasca PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) gagal masuk. Saat ini ada tiga investor yang tertarik mencaplok bank tersebut.

Setelah sebelumnya dua lembaga keuangan Jepang yakni Mizuho Financial Group dan Sumitomo Mitsui Finansial Group dikabarkan mengincar Bank Permata, Overseas Chinese Banking Corp (OCBC) juga disebut tengah mempertimbangkan menjadi pengendali saham bank tersebut.

Sumber Bloomberg menyebutkan, OCBC sedang mempertimbangkan menawar sekitar 90 persen saham BNLI dari sekitar US$ 1,9 miliar. Bank terbesar kedua di Singapura itu, akan membeli saham milik PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered yang saat ini masing-masing memiliki porsi 44,56 persen.

Ibukota Baru

Presiden Joko Widodo akan mengumumkan kota yang akan dipilih menjadi ibu kota Indonesia yang baru menggantikan Jakarta pada Jumat, 16 Agustus 2019 mendatang. “Iya, mudah-mudahan (akan diumumkan ibu kota baru pada 16 Agustus 2019),” ujar Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko di Jakarta, Rabu (14 Agustus 2019), seperti dikutip Kontan.

Saat ditanyai apakah Jokowi akan mengumumkan hal tersebut saat pidato kenegaraan di Gedung DPR/MPR RI, Moeldoko belum bisa memastikannya. Namun menurut Moeldoko, Presiden Jokowi telah memerintahkan menteri-menteri terkait untuk melakukan pembahasan lebih rinci lagi terkait pemilihan ibu kota baru tersebut.

Neraca Perdagangan

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan Juli pada hari ini pukul 11 WIB di depan wartawan. Median perkiraan analis dalam survei Bloomberg menunjukkan Indonesia akan mencatat defisit US$420 juta, setelah surplus US$196 juta pada Juni.

Defisit perdagangan terjadi karena ekspor lebih rendah dibandingkan impor barang bagi Indonesia. Ekspor diperkirakan masih dipengaruhi oleh lemahnya harga komoditas ekspor seperti batu bara dan karet alam meskipun harga CPO cenderung meningkat terbatas sepanjang bulan Juli lalu

Jumlah IPO

Jumlah pencatatan saham baru lewat penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia berada di peringkat pertama se-Asia Tenggara. Namun demikian, nilai dana yang diraih melalui IPO atau fund raised terbilang kecil apabila dibandingkan dengan bursa saham di negara-negara kawasan Asean.

Berdasarkan Laporan EY Global IPO Trends: Q2 2019, per akhir semester I/2019 jumlah IPO di Bursa Efek Indonesia (IDX) tercatat sebanyak 17 penawaran atau sebesar 3,4 persen dari total IPO secara global.

Dari 17 IPO tersebut, tercatat nilai dana yang dihimpun sebesar US$0,2 miliar, di bawah perolehan Bursa Malaysia (KLSE) dan Bursa Thailand (SET) yang sebesar US$0,3 miliar dengan masing-masing IPO sebanyak 14 dan 9 penawaran.

Yield Inversion

Kurva yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury) mengalami inversi pada Rabu (14 Agustus 2019) untuk pertama kali semenjak 2007. Hal ini mengindikasikan kekhawatiran investor bahwa negara dengan ekonomi terbesar dunia mungkin akan mengalami resesi.

Pembalikan arah atau inversi (inversion) adalah situasi di mana biaya utang jangka pendek lebih tinggi dibandingkan dengan utang jangka panjang. Kemarin, data menunjukkan yield US Treasury tenor 2 tahun naik melampaui yield untuk obligasi 10 tahun.

Inversi seperti itu dianggap sebagai sinyal resesi klasik, dan pernah terjadi pada akhir Juni 2007 ketika krisis sub-prime mortgage di AS berawal. Kurva yield AS sudah mengalami inversi sebelum setiap resesi dalam 50 tahun terakhir, hanya memberikan sinyal palsu satu kali saja pada periode itu.