Semprit Fintech Ilegal, Ketua OJK Juga Ingatkan Masyarakat Tak Pinjam Berlebihan

Bareksa • 16 Jul 2019

an image
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menghadiri seminar "Mencari Format Fintech Yang Ramah Konsumen" OJK Watch di Jakarta, Selasa (16/7/2019)

Sejak 2018 hingga awal Juli 2019 total penemuan fintech lending ilegal mencapai 1.087 entitas

Bareksa.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mencermati geliat industri financial technology atau fintech berbasis pinjaman alias peer to peer (P2P) lending. Terlebih, seiring berjalannya waktu semakin banyak hadir fintech lending ilegal yang akhirnya meresahkan masyarakat.

Awal Juli ini, Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi mencatat, 683 entitas fintech lending tidak berizin dan terdaftar di OJK. Sehingga total penemuan fintech lending ilegal mencapai 1.087 entitas.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan OJK siap berkolaborasi dengan pihak lain seperti Bank Indonesia, Kepolisian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hingga Asosiasi Fintech.

“Karena kehadiran fintech semakin banyak seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat,” ujar Wimboh saat menghadiri seminar "Mencari Format Fintech Yang Ramah Konsumen" OJK Watch di Jakarta, Selasa, 16 Juli 2019.

Rencana kolaborasi itu, lanjut Wimboh, karena perkembangan teknologi tidak bisa dihentikan melainkan diawasi. Untuk itu, Wimboh juga tidak lupa untuk terus menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai fintech mana yang terdaftar dan berizin dan mana yang ilegal.

OJK juga telah melakukan pengawasan fintech melalui Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Aturan ini merupakan ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan industri fintech.

Di sisi lain, Wimboh juga mengritisi fintech lending yang mematok bunga pinjaman cukup tinggi. Karena itu, dia menilai masih banyak fintech lending yang tidak beretika.

“Kami juga sudah antisipasi dengan menghentikan kegiatan usahanya. Tapi sayangnya, banyak yang membandel karena setelah kegiatan usahanya berhenti, fintech itu muncul lagi dengan nama lain,” ungkap Wimboh.

Tak hanya itu, Wimboh juga mengingatkan kepada masyarakat agar tidak mudah terjebak dalam kemudahan lingkaran pinjam meminjam secara online. Pasalnya, ada saja masyarakat yang memanfaatkan kemudahan itu dengan mengakses lebih dari 20 fintech sekaligus.

“Sebaiknya lebih bijak dalam memanfaatkan pinjaman online. Dan pastikan meminjam dana ke fintech yang terdaftar dan berizin saja,” imbuh Wimboh.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi juga tak luput memantau perkembangan fintech lending tanah air. Dia mengungkapkan, potensi pertumbuhan perusahaan fintech di dalam negeri sangatlah besar.

Berdasarkan informasi yang dia peroleh, pada tahun 2017 dana yang disalurkan fintech mencapai Rp2,56 triliun. “Lalu, dalam kurun waktu setahun saja, total dana tersalurkan fintech naik sampai 700 persen di tahun 2018,” kata Inarno.

Dengan demikian, Inarno menyebut, fintech punya potensi besar dan berkontribusi meningkatkan inklusi keuangan.

(AM)