Berita Hari Ini : Ekonomi Sulit Lebih dari 5,3%, Dua Direktorat Pajak Digital

Bareksa • 09 Jul 2019

an image
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjadi pembicara pada peringatan HUT Ke-60 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (15/12). Dalam paparannya "Indonesia Economic in 20130 as Future Economic Power," Bambang mengupas tentang berbagai hal yang akan dihadapi ekonomi Indonesia. (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

OJK batasi akses P2P lending, transaksi e-commerce Rp99,1 triliun, BEI harap UU Pasar Modal segera dibahas

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa, 9 Juli 2019 :

Pertumbuhan Ekonomi

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengemukakan tingkat pertumbuhan ekonomi maksimal kalau Indonesia melakukan segala sesuatunya secara 100 persen itu hanya 5,3 persen. Sulit sekali untuk tumbuh di atas angka tersebut.

“Untuk melihat apa penyebab lambatnya pertumbuhan tersebut kami melakukan yang namanya diagnosa pertumbuhan, dan ternyata faktor pertama dalam ekonomi Indonesia yang menghambat pertumbuhan adalah masalah regulasi dan institusi,” kata Bambang seperti dikutip setkab.go.id.

Institusi, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas itu, artinya birokrasi pemerintahan masih dianggap belum cukup handal untuk bisa memudahkan investasi maupun melancarkan di sektor perdagangan.

Sedangkan di regulasi hambatan utamanya adalah masih banyaknya regulasi atau implementasi regulasi yang mengakibatkan, misalnya untuk ekspor saja ternyata administrasi dan kepabeanan untuk urusan ekspor di Indonesia memakan waktu rata-rata 4,5 hari yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga kita. Singapura cuma setengah hari, maupun Vietnam, Thailand yang sekitar 2 harian.

Pajak Digital

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meresmikan dua Direktorat di bawah Ditektorat Jenderal Pajak. Keduanya adalah Direktorat Data Informasi Perpajakan serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi yang akan dipimpin oleh direktur.

"Saya harap bawa dua direktorat baru ini yang akan menjadi kunci di dalam menentukan kemampuan kita untuk melihat, menganalisa, mencari data, mengolahnya," ujar Sri Mulyani seperti dikutip CNBCIndonesia.

Dua direktorat ini akan dipimpin oleh Dasto Ledyanto sebagai Direktur Data dan Informasi Perpajakan dan Iwan Djuniardi sebagai Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Sri Mulyani menjelaskan kedua Direktorat ini nantinya akan difokuskan untuk perpajakan di industri digital. Nantinya keduanya akan menghimpun data langsung dari para pelaku ekonomi digital.

P2P Lending

Pembatasan bagi perusahaan tekfin peer to peer lending (P2P) untuk mengakses data pengguna ternyata sudah dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan aturan pembatasan sudah dikeluarkan lembaganya sejak awal 2019. Dengan aturan yang dikeluarkan, perusahaan tekfin P2P lending tak lagi boleh mengakses sembarang data nasabahnya.

"Dari internal regulasi OJK, penyelenggara fintech lending juga diwajibkan memiliki SOP Pengelolaan Sistem Elektronik dan Manajemen Risikonya, termasuk kewajiban untuk mematuhi pembatasan akses hanya pada elemen data camera, microphone, dan location [Camilan]," kata Hendrikus seperti dikutip Bisnis.com.

Pembatasan akses pada elemen Camilan dilakukan karena data dari ketiga unsur itu dianggap paling relevan dan diperlukan perusahaan tekfin P2P lending dalam rangka mengenal nasabah.

E-Commerce

Kekuatan bisnis ecommerce kian mencengkeram pasar dalam negeri. Kekuatan dan nilainya makin mendominasi ekonomi. Bank Indonesia (BI) mencatat, tahun 2018 total transaksi perdagangan barang melalui ecommerce di Indonesia mencapai Rp146 triliun.

Nilai ini naik 80,6 persen dibandingkan dengan tahun 2017 yang senilai Rp80,8 triliun. Tahun ini, kekuatan e-commerce kian dominan dan melanjutkan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya.

BI mencatat sepanjang Januari-Mei 2019 nilai transaksi mencapai Rp99,1 triliun, naik 100,2 persen ketimbang periode sama tahun lalu yang senilai Rp49,5 triliun.

Porsi transaksi barang di ecommerce tahun lalu setara 0,98 persen dari total produk domestik bruto (PDB) nominal, berdasarkan harga berlaku 2018 sebesar Rp14.837,4 triliun. Sementara per Maret 2019, porsinya 0,5 persen, dari total PDB sebesar Rp3.782,4 triliun.

UU Pasar Modal

Bursa Efek Indonesia (BEI) berharap pasar modal mendapat tempat yang lebih besar dalam perundangundangan. Hal ini juga diperlukan untuk memperluas penetrasi pasar modal di Indonesia.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah lewat Kementerian Keuangan segera membahas revisi undang-undang pasar modal. Alasannya, rancangan undang-undang perubahan itu sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2014–2019, tapi belum juga dibahas.

Menurut Inarno, ada beberapa hal dalam undang-undang pasar modal yang perlu diperbaiki. Maklum, UU Nomor 8 tentang Pasar Modal ini sudah ada sejak 1995.

“Artinya sudah 24 tahun yang lalu. Ada beberapa yang memang harus diperbaiki,” kata dia.

Salah satunya adalah perluasan partisipan dalam transaksi Over The Counter atau OTC. Dengan begitu, perdagangan OTC ini tidak hanya bisa dilakukan oleh anggota bursa tapi juga perbankan. OTC merupakan jaringan tersebar luas dan menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli efek tertentu.

Unitlink

Pamor unitlink kian bersinar. Konsumen mulai meninggalkan produk asuransi tradisional dan beralih ke unitlink. Ini nampak dari kinerja kuartal pertama tahun ini dari data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).

Porsi unitlink pada kuartal pertama tahun ini mencapai 63 persen dari total premi Rp46,4 triliun. Di tahun sebelumnya porsi unitlink baru mencapai 57 persen. Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyebut. masyarakat saat ini lebih tertarik dengan produk asuransi jangka panjang, yang tidak hanya memberikan proteksi tapi juga investasi, seperti produk unitlink.

“Mereka ingin lebih ke investasi tetapi tetap ada manfaat proteksinya, seperti yang ada pada unitlink. Tapi kedua-keduanya merupakan produk bagus dan tergantung kebutuhan masyarakat, mau beli yang mana,” kata Togar dikutip Kontan.

Posisi pemain asuransi menurut Togar, diumpamakan seperti warung. Mereka hanya perlu menyediakan beragam produk asuransi yang siap dijualbelikan ke konsumen, baik itu asuransi tradisional maupun unitlink.

AAJI mencatat pertumbuhan produk asuransi tradisional mulai melambat sejak tahun 2014. Sepanjang tahun 2014- 2018 , realisasi premi asuransi ini hanya tumbuh 8,7 persen, sedangkan premi unitlink naik hingga 13,5 persen.

(AM)