Berita Hari Ini : Likuiditas Valas Bisa Tertekan, Jokowi Teken PP Gaji ke-13 PNS

Bareksa • 10 May 2019

an image
Petugas menghitung uang pecahan 100 dolar AS di penukaran valas Ayu Masagung, Jakarta, Rabu (4/3). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah sebesar 0,17 persen atau berada pada posisi Rp 12.990 per dolar AS. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

SUN jangka pendek laris, BMRI siapkan dana Ramadan dan Lebaran Rp54,9 triliun, Holding BUMN Keuangan masih perlu digodok

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 10 Mei 2019 :

Likuiditas Valas

Perekonomian dan sektor keuangan domestik Indonesia menghadapi tantangan berat beberapa bulan mendatang. Di tengah kondisi ekonomi dan perdagangan global yang masih penuh ketidakpastian, Indonesia harus menghadapi potensi keluarnya dana valuta asing (valas) dalam jumlah jumbo.

Seperti dikutip Kontan, pertama, tahun 2019 ini menjadi akhir dari masa tahan (holding period) dana repatriasi program pengampunan pajak atau tax amnesty. Nilainya sekitar Rp138 triliun. Benar, belum tentu dana ini keluar dari portfolio pasar finansial Indonesia, tapi peserta pengampunan pajak boleh dan bisa saja menyimpan dananya di luar negeri.

Kedua, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) juga akan memulai membayar kupon obligasi global. Inalum wajib membayar dua kali setahun dengan besaran masing-masing US$300 juta, dimulai pada Mei 2019 hingga 2021.

Ketiga, pemerintah harus membayar obligasi global yang jatuh tempo tahun ini US$4,43 miliar. Kebutuhan likuiditas valas kian besar jika menghitung seluruh surat utang negara yang harus dilunasi tahun ini (pokok dan bunga) sekitar Rp475 triliun.

Keempat, utang jatuh tempo dari perusahaan milik negara sekitar US$60 miliar.

Kelima, aliran valuta asing (valas) ke luar negeri akan besar karena banyak perusahaan membagikan dividen, khususnya para emiten dengan pemegang saham investor asing.

Gaji PNS

Dengan pertimbangan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, atau Tunjangan Ketiga Belas kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan zaman, pemerintah memandang perlu dilakukan perubahan.

Atas pertimbangan tersebut pada 6 Mei 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas PP Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, atau Tunjangan Ketiga Belas Kepada PNS, Prajurit TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan (tautan: PP Nomor 35 Tahun 2019).

Dalam PP itu disebutkan, gaji, pensiun, atau tunjangan ketiga belas bagi PNS, Prajurit TNI, Anggota POLRI, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan diberikan sebesar penghasilan pada bulan Juni.

“Dalam hal penghasilan pada bulan Juni sebagaimana dimaksud belum dibayarkan sebesar penghasilan yang seharusnya diterima karena berubahnya penghasilan, kepada yang bersangkutan tetap diberikan selisih kekurangan penghasilan ketiga belas,” bunyi Pasal 3 ayat (2) PP ini seperti dikutip Setkab.go.id.

SUN

Meningkatnya risiko di pasar obligasi Indonesia membuat sebagian investor memilih memperpendek durasi obligasi. Alhasil, volume perdagangan surat utang negara (SUN) tenor pendek melonjak signifikan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan seperti dikutip Kontan, volume perdagangan SUN tenor pendek naik 48,58 persen secara month to month di Maret jadi Rp273,42 triliun.

Pada April, volumenya naik 15,2 persen jadi Rp315,06 triliun. Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja mengatakan tingginya pertumbuhan volume perdagangan SUN tenor pendek didorong sentimen global.

Mulai dari masalah Brexit, sanksi ekspor minyak Iran yang mempengaruhi harga minyak, hingga perkembangan perang dagang AS dan China. Ini membuat sebagian investor memilih bertransaksi SUN tenor pendek di pasar sekunder.

"Volatilitas seri tenor pendek cukup rendah," kata Eric.

Head of Fixed Income Syailendra Capital Enry Danil menambahkan, volume perdagangan SUN tenor pendek naik juga karena faktor suplai di pasar primer. Selama ini pemerintah lebih sering menawarkan seri tenor menengah dan panjang pada lelang di pasar primer.

"Kemungkinan perdagangan SUN tenor pendek di pasar sekunder lebih ramai karena suplai tenor tersebut di pasar primer tidak ada," ujar Enry.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)

Perseroan menyiapkan dana tunai Rp54,9 triliun atau sekitar Rp1,9 triliun per hari untuk mengantisipasi kenaikan kebutuhan uang tunai selama Ramadan dan menjelang Idulfitri tahun ini. Antisipasi tersebut akan diberlakukan selama 28 hari kerja pada 13 Mei – 9 Juni 2019.

Seperti dikutip Bisnis Indonesia, Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi, alokasi dana tunai harian tersebut meningkat sekitar 19 persen dari rata-rata kebutuhan harian pada kondisi normal. 

 “Alokasi dana tunai yang disiapkan tersebut telah memperhitungkan kebutuhan dana masyarakat, terutama nasabah korporasi mengingat masa pembayaran gaji bulan Mei diperkirakan akan berbarengan dengan Tunjangan Hari Raya (THR) pada sekitar akhir Mei," kata Hery.

Dari besaran tersebut, dia melanjutkan, pihaknya mengalokasikan sekitar 82 persen untuk memenuhi ketersediaan dana di mesin-mesin ATM Mandiri, sedangkan 18 persen akan ditempatkan di kantor cabang.

Holding BUMN Keuangan

Rencana pembentukan holding keuangan masih masih perlu digodok lebih lama. Kabarnya Kementerian Keuangan sebagai anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) belum memberi restu.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pihaknya sedang menyiapkan rapat lagi untuk membahas holding keuangan ini dengan Kementerian BUMN. Kabar yang beredar ada salah satu catatan penting yang jadi perhatian KSSK, yakni antisipasi risiko sistemik holding keuangan.

Namun, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menegaskan, pembentukan holding keuangan tak serta merta menambah dampak sistemik keuangan.

"Dampak sistemik ada metode untuk menghitungnya mulai dari size, interconnectedness, substitutability, dan complexity. Sehingga tak terkait dengan holding," katanya kepada Kontan.

Empat anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) rencananya akan masuk holding keuangan yang dinahkodai oleh PT Danareksa.

(AM)