Rupiah Menguat 7,96 Persen Terhadap Dolar Sejak Oktober 2018, Ini Penjelasan BI

Bareksa • 28 Jan 2019

an image
Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. ANTARA FOTO/Yudhi M.

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS didorong oleh 4 faktor

Bareksa.com - Dalam sekitar tiga bulan terakhir, nilai tukar rupiah sudah menguat 7,96 persen terhadap dolar AS, seiring dengan ekonomi global yang membaik serta kondisi ekonomi domestik yang semakin positif. Bank sentral menyebutkan setidaknya ada empat faktor yang mendorong penguatan rupiah terhadap mata uang dolar AS.

Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai tukar mencapai Rp14.038 per dolar AS pada Senin 28 Januari 2019. Rupiah kini sudah terapresiasi dari nilai terendahnya pada Oktober 2018 di angka Rp 15.253 per dolar AS.

“Penguatan nilai tukar rupiah didorong oleh 4 faktor,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Senin (28 Januari 2019).

Faktor pertama adalah meningkatnya kepercayaan investor asing kepada Indonesia yang ditandai oleh terus masuknya aliran modal asing. "Aliran modal asing terus masuk tidak hanya dalam penanaman modal asing (PMA), tetapi juga investasi portofolio baik di obligasi, saham maupun jenis aset lain,” kata dia.

Grafik Pergerakan Nilai Tukar Rupiah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa.com

Faktor kedua yang mempengaruhi penguatan rupiah adalah adanya sinergi kebijakan antara pemerintah dengan BI dan OJK. Sinergi ini mendukung prospek ekonomi ke arah yang lebih baik dengan stabilitas yang terjaga dan regulasi yang mendukung.

“Untuk mendorong ekspor misalnya, bisa dilakukan penataan logistik di pelabuhan dan hal lain yang bisa disederhanakan. Selanjutnya, BI juga bisa bekerjasama dengan pemerintah dalam mempersiapkan kebijakan lanjutan untuk mendorong ekspor otomotif, elektronik dan garmen,” ucap dia.

Hal ketiga yang memperkuat nilai tukar rupiah adalah mekanisme pasar yang semakin berkembang. Saat ini, pasar tidak hanya bergantung pada transaksi spot dan swap, tetapi juga DNDF (Domestic Nondeliverable Forward).

"Dari waktu ke waktu, volume DNDF terus meningkat, kami juga memastikan likuiditas di pasar terus ada. Kami juga memudahkan investor asing bisa menggunakan DNDF,” papar dia.

Hal terakhir yang memengaruhi nilai tukar rupiah adalah ketahanan eksternal yang semakin membaik terutama dari sisi transaksi berjalan.

“Surplus neraca modal semakin meningkat sehingga secara keseluruhan sisi fundamental neraca pembayaran lebih baik dengan CAD (current account deficit) yang menurun dan siklus neraca modal semakin meningkat,”kata dia.

BI mencatat, nilai tukar rupiah pada Desember 2018 secara rerata menguat sebesar 1,16 persen, meskipun secara point to point sedikit melemah sebesar 0,54 persen. Tren penguatan rupiah berlanjut pada Januari 2019.

Dengan perkembangan yang cenderung menguat menjelang akhir tahun 2018, rupiah secara rerata keseluruhan tahun 2018 tercatat mengalami depresiasi sebesar 6,05 persen, atau secara point to point sebesar 5,65 persen dibandingkan dengan level tahun sebelumnya. Depresiasi Rupiah secara point to point tersebut lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara lain seperti Rupee India, Rand Afrika Selatan, Real Brasil, dan Lira Turki.

Berdasarkan data Bareksa, nilai tukar rupiah hari ini, Senin 28 Januari 2019, tercatat Rp14.038/dolar AS. Nilai tersebut terus menguat sejak mencapai titik terlemahnya pada 11 Oktober 2018 di level Rp15.253/dolar AS. Namun penguatan tersebut belum bisa mengejar penguatan rupiah pada akhir 2017 di level Rp13.560/dolar AS. (hm)