Berita Hari Ini : Risiko Indonesia Terancam Krisis Rendah, Sinarmas Somasi AISA

Bareksa • 13 Sep 2018

an image
Suasana kota di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (15/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 akan lebih baik dibanding periode tahun lalu sebesar 5,01 persen yang didorong oleh pertumbuhan impor yang cukup tinggi sejak Desember 2017 hingga Februari 2018. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

BRPT lepas aset non inti, WBSP revisi target kontrak baru, ACST optimistis capai target, PNSE cari tambahan pendapatan

Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 13 September 2018 :

Krisis Ekonomi

Tekanan terhadap perekonomian Indonesia datang bertubi-tubi dari sisi eksternal. Akibatnya nilai tukar rupiah sempat menembus titik terlemah sejak krisis moneter 1998, yakni di level 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu.

Walau begitu, berdasarkan analisa Nomura Holdings Inc, Indonesia termasuk negara dengan risiko paling rendah terpapar krisis ekonomi. Selain Indonesia, Nomura juga menyebut Brasil, Bulgaria, Kazakhstan, Peru, Filipina, Rusia, dan Thailand memiliki risiko rendah dari ancaman krisis.

Sedangkan negara emerging market dengan risiko tinggi adalah Sri Lanka, Afrika Selatan, Argentina dan Pakistan. Perhitungan risiko tersebut berdasarkan model peringatan awal krisis yang bernama Damocles. Model ini memeriksa sejumlah faktor seperti cadangan devisa, risiko utang, suku bunga, dan impor.

PT Barito Pacific Tbk (BRPT)

Perseroan akan fokus di bisnis energi baru terbarukan alias energi hijau. Perusahaan melepaskan sejumlah aset bisnis non-inti.

PT Royal Mandiri, anak usaha BRPT, misalnya, baru saja melego masing-masing 95 persen saham di dua anak usahanya, PT Grand Utama Mandiri dan PT Tintin Boyok Sawit. Nilai transaksi mencapai US$67,9 juta atau setara Rp1 triliun.PT Green Global Lestari merupakan pembeli saham divestasi.

"Tak ada hubungan afiliasi antara Royal Mandiri dan Green Global," kata Direktur Keuangan Barito PacificDavid Kosasih seperti dikutip Kontan.

Transaksi ini dilakukan pada 7 September 2018. BRPT memastikan, divestasi ini tidak berdampak negatif terhadap aktivitas bisnisnya. Justru, kata David, divestasi ini akan membuat BRPT menjadi lebih fokus terhadap core bisnis.

PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP)

Hingga Agustus 2018, total nilai kontrak baru yang berhasil didapatkan perseroan Rp4,08 triliun. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai Rp3,93 triliun.

Namun, pencapaian nilai kontrak baru WSBP sejak awal tahun hingga Agustus ini masih di bawah total perolehan kontrak baru di periode yang sama tahun 2017.

Sepanjang delapan bulan tahun lalu, WSBP berhasil meraup kontrak baru Rp7 triliun. Hasil perolehan kontrak baru ini membuat manajemen WSBP merevisi target perolehan kontrak baru tahun 2018.

Sebelumnya, WSBP memasang target kontrak baru Rp11,52 triliun. Melihat hasil sementara ini, WSBP memangkas target perolehan kontrak baru menjadi Rp8,3 triliun.

PT Acset Indonusa Tbk (ACST)

Perseroan masih optimistis mencapai target kontrak baru tahun ini Rp10 triliun kendati realisasi sepanjang Januari - Agustus 2018 baru Rp805 miliar.

Sekretaris Perusahaan Acset Indonusa Maria Cesilia Hapsari menuturkan telah mendapat tambahan kontrak baru pada Agustus 2018. Proyek yang dikantongi yakni pekerjaan struktur untuk The Stature, Kebon Sirih, Jakarta.

Dalam proyek tersebut, dia menjelaskan bahwa perseroan melakukan joint operation dengan Woh Hup. Porsi kontrak yang didapatkan emiten berkode saham ACST itu senilai Rp500 miliar.

“Kami dapatkan kontraknya pada 31 Agustus 2018. Total nilai kontrak baru [per Agustus 2018] Rp805 miliar,” ujarnya seperti dikutip Bisnis Indonesia.

PT Pudjiadi and Sons Estate Tbk (PNSE)

Perseroan mencari tambahan pemasukan untuk meminimalisir penurunan pendapatan bisnis hotel. Maklum, satu dari sembilan hotel yang dioperasikan perusahaan ini harus tutup karena gempa di Lombok.

Berdasarkan keterbukaan informasi PNSE, perusahaan ini menutup operasional The Jayakarta Lombok. Efek gempa cukup mengganggu kinerja bisnis, lantaran hotel di Lombok menyumbang pendapatan cukup material.

Direktur PNSE Ariyo Tejo mengatakan, operasional belum pulih karena prosedur untuk melakukan perbaikan terkendala proses asuransi.

"Sampai saat ini, kami belum bisa menentukan besaran kerugian atas kejadian itu. Karena pembicaraan dengan pihak asuransi dan pihak terkait masalah konstruksi bangunan masih belum selesai," ujar dia.

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)

Pemegang obligasi AISA yakni PT Asuransi Sinarmas MSIG, mulai menyoal peran wali amanat obligasi terbitan emiten tersebut. Perusahaan asuransi di bawah Grup Sinarmas itu bahkan melayangkan somasi kepada Bank Mega selaku wali amanat obligasi AISA.

Surat somasi itu sudah dilayangkan Asuransi Sinarmas MSIG ke Bank Mega pada 4 September 2018.

Somasi ini sekaligus menambah panjang daftar proses hukum di tubuh AISA. Salah satu pertimbangan somasi ini, Asuransi Sinarmas MSIG tidak dapat masuk ke ruang rapat umum pemegang obligasi (RUPO) yang digelar 29 Agustus 2018. Sebagai pemegang obligasi AISA, perusahaan asuransi ini merasa berhak mengikuti rapat itu.

(AM)