Agustus Deflasi, Dolar Makin Perkasa dan Rupiah Terus Melemah

Bareksa • 04 Sep 2018

an image
Seorang petugas memperlihatkan pecahan dolar Amerika di gerai penukaran mata uang asing di Ayu Masagung, Jakarta. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww/16.

Kurs rupiah di pasar spot kemarin di level Rp14.810 per dolar AS atau melemah 0,82 persen

Bareksa.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah pada awal pekan ini. Dilansir dari Reuters, kurs rupiah di pasar spot bahkan bertengger di level Rp14.810 per dolar AS atau melemah 0,82 persen dibandingkan penutupan akhir pekan lalu.

Angka tersebut merupakan level terlemahnya sejak krisis tahun 1998 dan rupiah telah anjlok 8,93 persen sejak awal tahun, sekaligus menjadikannya salah satu mata uang berkinerja terburuk di kawasan Asia.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, pada Senin, 3 September 2018, rupiah diperdagangkan di level Rp14.767 per dolar AS atau melemah dibandingkan Jumat pekan lalu Rp14.711 per dolar AS.

Pergerakan Kurs Rupiah di Pasar Spot


Sumber: Reuters

Mata uang Asia sebenarnya mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang kemarin sedang tertekan. Pada pukul 14 :04 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback  terhadap enam mata uang utama) relatif bergerak flat dan melemah tipis 0,02 persen.

Sejak akhir pekan lalu, dolar AS sudah bergerak menguat. Dalam sepekan kemarin, Dollar Index teracatat menguat 0,37 persen. Sementara sejak awal tahun, Indeks Dolar sudah terapresiasi 3,26 persen. Karena itu, ada cukup alasan bagi investor untuk mencairkan keuntungannya atau profit taking.

Sebelumnya, dolar AS sempat menguat karena gagalnya AS dan Kanada untuk mencapai kata “deal” terkait pembaruan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utama (NAFTA) yang membuat pelaku pasar cenderung konservatif. Namun energi tersebut tidak bertahan lama, karena terhempas aksi profit taking.

Maklum, pasar AS diliburkan pada awal pekan ini karena memperingati Hari Buruh. Situasi tersebut dimanfaatkan investor untuk keluar sejenak merealisasikan keuntungan. Namun di sisi lain, tampaknya rupiah tidak mampu mengambil peluang tersebut. Faktor domestik menjadi penyebab depresiasi rupiah.

Deflasi Agustus

Ada kemungkinan pelaku pasar mencermati data inflasi domestik. Kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi deflasi 0,05 persen secara bulanan (month on month/MoM) pada Agustus 2018. Sedangkan inflasi tahunan 3,2 persen dan inflasi inti tahunan di level 2,9 persen.

Data tersebut cukup mengejutkan pelaku pasar. Sebab sebelumnya Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi Agustus 0,06 persen MoM. Prediksi itu membuat inflasi secara YoY diperkirakan 3,19 persen. Proyeksi BI lebih optimistis dibandingkan pelaku pasar.

Realisasi inflasi Agustus ternyata lebih rendah ketimbang proyeksi BI. Secara bulanan, deflasi yang terjadi disebabkan oleh faktor musiman karena permintaan yang memang cenderung melambat pasca momen Ramadan dan Idul Fitri.

Namun yang cukup menjadi sorotan adalah inflasi tahunan. Realisasi inflasi tahunan sedikit lebih rendah dibandingkan konsensus pasar. Meski tipis, tetapi mungkin saja ada pembacaan bahwa konsumsi dan daya beli masyarakat tidak sebaik yang diperkirakan.

Sekedar informasi, deflasi merupakan suatu kondisi yang menggambarkan harga-harga kebutuhan cenderung turun, yang biasanya disebabkan oleh melemahnya konsumsi karena tingkat permintaan yang turun.

Turunnya konsumsi bukanlah merupakan kabar yang baik untuk ekonomi. Sebab konsumsi adalah komponen utama pembentuk produk domestik bruto (PDB) di Indonesia dengan kontribusi sekitar 55 persen.

Indikasi konsumsi yang tidak sebaik perkiraan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hal itu mungkin bisa memberi konfirmasi awal bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2018 mungkin akan sedikit melambat.

Nilai Perdagangan Berdasarkan Tipe Investor


Sumber: Bursa Efek Indonesia

Prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang bisa sedikit terkontraksi bisa jadi merupakan penyebab pelepasan aset-aset berbasis rupiah, khususnya oleh investor asing. Di pasar saham, pada perdagangan kemarin investor asing membukukan aksi jual bersih (net sell) Rp305,91 miliar.

Yield Obligasi Pemerintah 10 Tahun

Sumber: investing

Sementara di pasar obligasi juga terlihat adanya sinyal aksi jual. Hal tersebut dapat terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah 10 tahun yang kemarin berada di level 8,230 persen, lebih tinggi dibandingkan sehari sebelumnya di level 8,127 persen.

Kenaikan yield obligasi menggambarkan adanya penurunan harga yang disebebakan oleh aksi jual dari para pelaku pasar.

(AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.