Bareksa.com - PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) membukukan kinerja mengecewakan pada semester pertama 2018. Emiten telekomunikasi pelat merah tersebut mengantongi laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp8,7 triliun.
Nilai tersebut anjlok 27 persen dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp12,1 triliun. Selain penurunan laba bersih, pendapatan TLKM pun relatif stagnan.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, TLKM membukukan pendapatan Rp64,37 triliun selama semester pertama 2018, atau hanya meningkat tipis 0,5 persen dibandingkan pendapatan semester I 2017 yang sebesar Rp64,02 triliun.
Selama paruh pertama tahun ini, nyaris seluruh beban perseroan mengalami kenaikan. Beban operasi, pemeliharaan, dan jasa telekomunikasi meningkat 18,87 persen, beban penyusutan dan amortisasi meningkat 7,3 persen, serta beban interkoneksi naik 31,6 persen.
Saham Anjlok
Pencapaian kinerja TLKM yang tidak memuaskan tersebut, juga menjadi sentimen negatif terhadap pergerakan harga sahammya yang berada di zona negatif sepanjang perdagangan kemarin.
Sumber : Bareksa
Para pelaku pasar tampaknya berlomba-lomba untuk melepas saham ini hingga harganya anjlok 8,69 persen ke level Rp3.580. Aksi tekanan jual begitu sangat terlihat yang tercermin dari status TLKM yang menjadi saham yang paling banyak ditransaksikan hingga Rp1,23 triliun.
Selain itu, TLKM juga menjadi saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing dengan terjadinya aksi jual bersih (net sell) senilai Rp186,37 miliar.
Harga Wajar TLKM
Analisis Bareksa mencoba untuk menghitung harga wajar TLKM dengan sebuah metode sederhana yakni relative valuation berbasis price to earning ratio (PER) yakni perbandingan harga saham (price) terhadap laba per lembar saham (earning per share/EPS).
Langkah pertama adalah menentukan EPS, di mana EPS yang digunakan haruslah EPS tahunan. EPS tahunan berbeda definisinya dengan EPS kuartalan.
Misalkan EPS tahun 2017 adalah keuntungan per lembar saham selama periode 1 Januari – 31 Desember 2017, sementara EPS kuartal II tahun 2018 hanya menunjukkan keuntungan selama 1 Januari – 30 Juni 2018.
EPS kuartal II adalah untuk periode laporan keuangan 1 Januari – 30 Juni 2018. Untuk mendapatkan data EPS tahunan berarti harus menambahkan EPS kuartal II 2018 dengan EPS Tahunan 2017.
Namun penambahan ini akan menyebabkan periode EPS menjadi lebih dari 1 tahun, yaitu dari 1 Januari 2017 – 30 Juni 2018. Untuk itu perlu dikurangi lagi dengan EPS kuartal II 2017. Adapun secara matematika, bisa digambarkan sebagai berikut.
EPS Annualized Kuartal II Tahun 2018
= EPS Q2 2018 + EPS Tahunan 2017 – EPS Q2 2017
= (1 Jan – 30 Juni 2018) + (1 Jan – 31 Des 2017) – (1 Jan – 30 Juni 2017)
= Rp87,80 + Rp223,55 – Rp 122,19
=Rp189.16
Setelah mendapatkan angka EPS yang disetahunkan tersebut, langkah berikutnya adalah menentukan angka PER untuk mendapatkan harga wajar TLKM.
Sumber : Bareksa
Adapun PER yang dapat digunakan untuk mencari harga wajar tersebut dapat menggunakan rata-rata PER dalam lima tahun terakhir. Rata-rata PER TLKM selama periode 2013 hingga 2017 diperoleh angka 18,75 .
Langkah terakhir adalah mengalikan EPS yang disetahunkan tadi dengan rata-rata PER dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya persamaan PER adalah sebagai berikut :
Berdasarkan persamaan tersebut dapat kita modifikasi untuk mencari harga wajar dengan persamaan sebagai berikut :
Karena itu, harga wajar TLKM berdasarkan relative valuation berbasis PER yaitu diperoleh hasil Rp3.550 (18,75 x Rp 189,16).
Apabila dibandingkan dengan penutupan Selasa, 31 Juli 2018 di level Rp3.580, maka dapat dikatakan harga saham TLKM kemarin turun hingga mendekati harga wajarnya dan masih sedikit lebih mahal sekitar 0,84 persen.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut