BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Survei Analis: Pengaruh Panasnya Politik Terhadap Pasar Keuangan Indonesia

24 Mei 2017
Tags:
Survei Analis: Pengaruh Panasnya Politik Terhadap Pasar Keuangan Indonesia
Presiden Joko Widodo (kelima kanan) berjabat tangan dengan sejumlah prajurit TNI pada acara Latihan Gabungan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) 2017 di Tanjung Datuk, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (19/5). Presiden Joko Widodo menegaskan TNI sangat siap dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ANTARA FOTO/Setpres-Laily Rachev

Sejak awal tahun, masih tercatat arus dana asing masuk ke pasar saham Rp28,22 triliun

Bareksa.com – Investor global menanggapi isu politik sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi di Indonesia. Padahal, secara fundamental, kondisi ekonomi Indonesia masih terbilang sangat potensial di tengah ketidakpastian global.

Gejala-gejala politik itu termasuk demo besar-besaran yang dilakukan oleh sebagian kelompok di Ibukota. Sejumlah isu terkait suku, agama, ras dan antargolongan dijadikan topik utama untuk memprovokasi massa. Kelompok-kelompok ini berupaya memecah persatuan bangsa demi kepentingan mereka sendiri.

Untungnya, pemerintah segera bergerak cepat dengan mengambil langkah, seperti membubarkan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dianggap tidak sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara.

Promo Terbaru di Bareksa

Lantas bagaimana tanggapan para analis dan pelaku pasar modal sendiri melihat pengaruh isu politik dan radikalisme terhadap pasar keuangan?

Grafik : Survei Analis Terkait Pengaruh Politik & Radikalisme Terhadap Pasar Keuangan

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Berdasarkan polling Bareksa terhadap 7 analis diperoleh hasil 86 persen menyatakan bahwa radikalisme mempunyai pengaruh, baik signifikan maupun tidak, ke pasar keuangan. Seorang narasumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa radikalisme yang berhubungan dengan politik merupakan indikasi dari suatu negara tidak aman. "Apabila terjadi aksi radikalisme, maka para investor asing berpeluang untuk mengurangi alokasi portfolio mereka di negara tersebut," katanya.

Reza Priyambada, analis senior Binaartha Sekuritas saat dihubungi Bareksa mengatakan bahwa sedikit banyaknya, isu radikalisme punya pengaruh terhadap pasar. "Ketidakstabilan politik akan membuat pasar uncomfortable yang pada akhirnya mereka akan hengkang dari sini," ujarnya.

Sejauh ini, situasi politik di Indonesia belum berpengaruh besar terhadap minat investor asing untuk menanamkan modal baik di pasar saham maupun obligasi. Riska Afriani, analis Oso Sekuritas mengatakan memang adanya gejala radikalisme, tentu akan memengaruhi pergerakan pasar. "Namun, sejauh ini pergerakan pasar saham Indonesia masih positif dengan kondisi politik di Indonesia masih dalam ranah yang stabil dan kondusif sehingga tidak terlalu mempengaruhi psikologis pasar."

Hal ini terlihat dari dana asing masuk ke pasar saham dan obligasi Indonesia yang masih meningkat sejak awal tahun ini. Tercatat, ada arus dana asing masuk (capital inflow) sebesar Rp28,22 triliun ke pasar saham sejak awal tahun hingga 22 Mei 2017. Pada periode yang sama, arus dana asing masuk ke pasar obligasi sebesar Rp74,56 triliun.

Grafik : Nilai Kepemilikan Asing di Pasar Saham dan Obligasi Indonesia (Rp Triliun)

Illustration

Sumber : Bareksa.com

Selain itu, sebagian besar analis dan pelaku pasar juga menyebutkan bahwa fundamental ekonomi menjadi pertimbangan utama investor untuk menanamkan modal mereka di pasar keuangan Indonesia. Dalam beberapa waktu belakangan ini, terdapat sejumlah sentimen positif yang berpotensi mendorong minat investor asing.

Pertama, lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) menaikkan peringkat surat utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade), yang langsung menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan nasional. Mengikuti langkah dua lembaga rating internasional lain, yakni Moody’s Investors Service dan Fitch Ratings, yang telah memberikan pandangan positif terhadap peringkat utang Indonesia, S&P pun mempertimbangkan kondisi ekonomi termasuk pengaturan fiskal, keberhasilan program tax amnesty, kinerja ekspor, dan cadangan devisa negara.

Kedua, pemerintahan Presiden Joko Widodo mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari Badan Pemeriksa Keuangan. Status WTP ini menunjukkan pekerjaan pemerintah yang bersih dan dapat diandalkan.

Dari sisi pemerintah sendiri, kondisi ekonomi Indonesia ke depan masih memiliki prospek yang cerah. Hal ini tercermin dari asumsi ekonomi makro untuk tahun depan, yang menggambarkan keadaan Indonesia paling optimis selama Presiden Joko Widodo menjabat. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam pidatonya di depan DPR RI, menyebutkan target pertumbuhan perekonomian dalam kisaran 5,4 sampai 6,1 persen secara tahunan (year on year/yoy). (Baca juga: Ekonomi Indonesia 2018 Tumbuh Hingga 6,1%, Target Paling Optimis Era Jokowi). (hm)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.110,67

Up0,99%
Up4,06%
Up1,25%
Up7,64%
Up7,21%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.097,46

Up0,72%
Up3,91%
Up0,98%
Up7,53%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.872,23

Up0,56%
Up3,87%
Up0,83%
Up7,36%
Up18,33%
Up36,13%

Insight Renewable Energy Fund

2.310,51

Up0,58%
Up4,09%
Up0,83%
Up7,50%
Up19,26%
Up35,49%

Syailendra Sharia Fixed Income Fund

1.072,62

Up1,67%
Up4,89%
Up1,98%
Up7,28%
--
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua