
Bareksa.com – Rencana pemerintah untuk mengenakan pajak pada tanah tidak produktif (menganggur) yang disampaikan oleh Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nampaknya belum mempengaruhi kinerja developer properti. Tercermin dari harga saham-saham sektor properti yang justru meningkat sebulan terakhir ini.
Indeks saham properti naik 1,35 persen dalam sebulan terakhir, yang justru ditopang kenaikan beberapa saham properti yang fokus pada pembangunan perumahan (residential) seperti Bumi Serpong Damai (BSDE), Alam Sutra (ASRI) dan Bukit Sentul (BKSL).
Grafik: Pergerakan Harga Saham Developer Residential
Sumber: Bareksa.com
Meskipun begitu, pemerintah memang perlu berhati-hati dalam pengenaan pajak ini karena developer properti -- terutama yang fokus pada pembangunan residential -- akan kesulitan jika mereka juga termasuk dalam subjek pajak ini. Pasalnya, para developer properti ini memang harus punya persediaan lahan kosong dalam pengembangan perusahaan.
Melihat dari laporan keuangan, Bukit Sentul termasuk salah satu developer dengan persediaan tanah (land bank) yang besar yakni mencapai 14.347 hektar. Persediaan tanah yang besar akan memberikan kesempatan bagi developer untuk memiliki margin yang lebih tinggi, karena para developer properti ini tentu membeli lahan ketika harga lahan tersebut belum mengalami kenaikan.
Lantas apabila kebijakan ini diterapkan, menurut perhitungan analis Bareksa, gross margin mereka akan turun menjadi di bawah 40 persen dari saat ini sekitar 60 persen.
Grafik : Perbandingan Landbank Hingga Kuartal III 2016
Sumber : Laporan Keuangan Emiten
Sebelumnya, Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani meminta pemerintah menjelaskan secara rinci apa tujuan dari rencana kebijakan pajak progresif tanah menganggur. Termasuk definisi tanah nganggur itu sendiri. Setelah itu, pemerintah diminta untuk melihat lebih dulu status tanah nganggur yang akan dikenakan pajak progresif.
"Kalau tanah itu memang land bank developer, sedang menunggu proses perizinan, konstruksinya, yang namanya land bank itu pasti dibangun bukan dianggurkan karena sudah ada rencananya. Tentu yang seperti itu tidak bisa dikenakan (pajak progresif)," kata Haryadi.
Selain itu, ada pula tanah nganggur yang tidak sepenuhnya salah pemilik lahan. Misalnya, tanah menganggur karena menunggu rampungnya tata ruang daerah sehingga belum dibangun. "Karena kalau itu diberikan progresif secara tidak terukur maka di lapangan nanti kan repot. Investor jadi malas investasi nanti," tambah Haryadi.
Belum jelasnya langkah pemerintah juga dipertegas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku belum membuat formulasi apapun mengenai pajak progresif tanah "nganggur". Inilah yang membuat pergerakan harga saham-saham properti masih relatif stabil. (np)