
Bareksa.com - Pemerintah gencar melakukan upaya pemangkasan rantai pasok pangan untuk menciptakan harga yang lebih stabil bagi masyarakat. Salah sau program yang sudah diluncurkan adalah Toko Tani Indonesia (TTI) yang diklaim bisa memangkas rantai pasok pangan menjadi 3-4 pelaku, dari saat ini lebih dari 7 pelaku.
Panjangnya rantai pasokan memang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jauhnya perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen. Parahnya, Menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, kondisi ini sudah terjadi selama 70 tahun lebih dan belum benar-benar terselesaikan. Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi rantai pasok pangan di Indonesia selama ini?
Salah satu komoditas pangan yang memiliki rantai pasok panjang adalah beras. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 menunjukan bahwa rantai pasokan beras di Indonesia bervariasi di setiap provinsi. Namun pada dasarnya, rantai pasok di setiap daerah bisa melibatkan lebih dari 7 pihak sebelum sampai ke tangan konsumen.
Contohnya pola distribusi beras di DKI Jakarta, di wilayah ini rantai pasok beras diawali dari tangan distributor. Hal ini terjadi karena sebagian besar pasokan didatangkan dari wilayah lain seperti Jawa Barat dan juga Jawa Tengah.
Dari tangan distributor, kemudian beras harus melalui berbagai pihak seperti sub distributor, agen, sub agen, pedagang grosir, pedagang eceran, baru kemudian bisa sampai ke tangan konsumen.
Berdasarkan data BPS, distributor beras di DKI juga menyalurkan beras secara langsung kepada konsumen, namun jumlahnya sangat kecil yakni 0,16 persen dari pasokan yang dimilikinya. Distributor lebih memilih untuk menyalurkan beras kepada Agen karena bisa menjual sekaligus dalam jumlah besar.
Grafik: Rantai Pasok Beras DKI Jakarta
sumber: Badan Pusat Statistik
Setiap pihak yang terlibat tentunya membutuhkan keuntungan. Berdasarkan data BPS, di DKI rata-rata pedagang besar beras (Distributor sampai Agen) memperoleh marjin keuntungan 11,84 persen. Sementara itu pedagang eceran rata-rata memperoleh marjin 17,55 persen. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor jauhnya harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen di DKI.
Untuk itu, dalam rangka memangkas panjangnya rantai pasok pangan, pemerintah meluncurkan program Toko Tani Indonesia (TTI) yang diharapkan bisa membentuk struktur pasar baru yang lebih efisien. Tidak hanya beras, TTI juga menyediakan bahan pangan lain seperti telur, daging sapi, daging ayam, bawang, cabai, gula pasir, dan juga minyak goreng. Sehingga diharapkan perubahan struktur pasar terjadi pada setiap komoditas pangan.
Berbeda dengan pasar biasa yang harus melalui distributor dan agen, suplai bahan pangan di TTI diperoleh langsung dari gabungan kelompok tani (Gapoktan) atau Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM). Salah satu contoh adalah pasokan beras di TTI Centre Pasar Minggu, di TTI ini beras didatangkan langsung dari Gapoktan yang berlokasi di Karawang, Cirebon dan Banten.
Ini membuat rantai pasok pangan terpangkas menjadi 3-4 pelaku saja, berbeda jauh dengan rantai beras di luar TTI yang kini harus melalui distributor, agen dan pedagang grosir. Dampaknya, harga jual bahan pangan di TTI jadi lebih murah dibandingkan harga pasar. Contohnya harga beras yang dijual Rp7.900 per Kg, 28 persen lebih murah daripada harga pasar Rp11.000 per Kg, bawang Rp23.000 per Kg, lebih murah 37 persen dari harga pasar Rp37.000, serta Minyak Goreng Rp9.500 per liter, lebih murah 20 persen dari harga pasar Rp12.000.
Grafik: Model Rantai Pasok Pangan TTI
sumber: Kementerian Pertanian
Lebih lanjut, pemerintah memastikan bahwa program TTI tidak akan merugikan pedagang yang selama ini sudah berjualan di pasar pasar tradisional. Pasalnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memastikan bahwa TTI terbuka untuk semua pedagang tanpa terkecuali.
"TTI terbuka untuk semua pedagang tanpa terkecuali bahkan TTI sudah bekerjasama dengan Induk Koperasi Pasar (INKOPAS) bersama Menkop & UKM dan Menteri BUMN kita sudah MOU untuk pengembangan Toko Tani Indonesia," katanya di sela sela kunjungan Pasar Tani Indonesia (TTI) Center, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu 26 Juni 2016.
Hingga akhir tahun 2017, pemerintah akan membuka 4.000 TTI di tiap provinsi kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Dimana sampai dengan 20 Juni 2016 lalu, sebanyak 733 TTI telah dibuka di 20 provinsi. (AD)