
Bareksa.com - PT Hanson International Tbk (MYRX) kini masuk menjadi anggota Indeks Likuiditas Bursa Efek Jakarta (BEI) alias LQ45 untuk periode perdagangan Februari - Juli 2016. Volume perdagangan saham emiten yang baru pindah ke lini properti ini melonjak sejak setahun terakhir.
Presiden Direktur MYRX Benny Tjokrosaputro mengatakan, perusahaannya memang sudah selayaknya masuk ke dalam daftar saham paling likuid. Hal itu menunjukkan kepercayaan investor bahwa saham MYRX memiliki potensi bagus.
"Kinerja perusahaan kami benar, bukan perusahaan main-main," ujarnya kepada Bareksa di Jakarta Selasa, 26 Januari 2016.
Seleksi anggota indeks LQ45 mempertimbangkan tingkat likuiditas suatu saham. Sementara saham MYRX selama satu tahun terakhir selalu masuk top volume atau 10 transaksi saham paling tinggi.
Rata-rata volume transaksi MYRX selama satu tahun mencapai 792 ribu lot per hari. Namun terlepas dari tingginya volume transaksi, harga saham MYRX selama setahun terakhir sebenarnya telah turun 11 persen menjadi Rp630 pada penutupan kemarin (Senin, 25 Januari 2016) dari sebelumnya Rp715 pada 26 Januari 2015.
Grafik: Pergerakan Harga Saham MYRX Selama 1 Tahun
Sumber: Bareksa.com
Yang menarik dari transaksi jual-beli saham tersebut adalah selama satu tahun terakhir tiga broker penjual terbesar saham MYRX di pasar reguler merupakan pembeli terbesar saham MYRX di pasar negosiasi.
Daewoo Securities (YP) banyak membeli saham MYRX di pasar negosiasi sebanyak 16,5 juta lot pada harga rata-rata Rp612,5 per lembar atau senilai Rp998 miliar. Namun YP juga tercatat sebagai penjual terbesar saham MYRX sebesar 15,8 juta lembar dengan harga rata-rata Rp666,6 atau senilai Rp1,05 triliun.
Sementara pembeli terbesar kedua di pasar negosiasi adalah Panca Global Securities (PG) sebanyak 10,3 juta lot dengan harga rata-rata Rp640,2 atau senilai Rp659,5 miliar. Akan tetapi PG juga terpantau sebagai penjual terbesar kedua saham MYRX di pasar reguler. PG menjual saham MYRX sebanyak 11 juta lembar dengan harga rata-rata Rp674,9 atau senilai Rp739,3 miliar.
Ciptadana Securities (KI) juga tercatat sebagai pembeli terbesar ketiga di pasar negosiasi. KI membeli 5,6 juta lot dengan harga rata-rata Rp633,8 atau senilai Rp358,9 miliar, dan berhasil melepas kembali saham MYRX di pasar reguler sebanyak 1,8 juta lot dengan harga rata-rata Rp670,2 per lembar. Total transaksinya mencapai Rp119,4 miliar.
Ihwal tingginya volume perdagangan saham MYRX, termasuk di pasar negosiasi tersebut Benny Tjokrosaputro, dalam wawancara eksklusif sebelumnya dengan Bareksa menerangkan bahwa tidak tahu mengenai pergerakan para investor saham.
"Nasabah (investor) di bursa saham bukan cuma saya. Ada ribuan bahkan ratusan ribu (investor). Mereka ada yang kepepet, tak punya duit terpaksa transaksi di pasar nego buat cari funding. Ya bukan urusan saya. Perkara yang dipakai mereka saham Hanson, bukan urusan saya. Yang jelas perusahaan saya itu bukan perusahaan bodong--cuma kertas, tak ada isinya. Yang pasti bukan," katanya.
Benny menjelaskan saat ini Hanson International mengalihkan bisnisnya ke bisnis properti dan memiliki aset lahan (land bank) sekitar 4.000 hektare. Upaya memperluas land bank Hanson dilakukan Benny dengan kembali menyetor modal melalui mekanisme peningkatan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) senilai Rp1,05 triliun yang prosesnya selesai pada Desember 2015. (Baca juga: Benny Tjokro Makin Fokus Properti, Suntik MYRX Rp1 Triliun)
Benny juga menargetkan dapat mencetak kinerja yang lebih baik pada tahun ini, atau setidaknya sama dengan kinerja pada 2015. Benny mengatakan Hanson akan terus fokus menjual rumah untuk segmen pasar menengah ke bawah.
"Tahun lalu kami sudah menjual 8.200 unit rumah murah. Tahun ini harapannya lebih baik daripada tahun lalu. Untuk marketing sales, tahun lalu nilainya Rp1,8 triliun dan tahun ini setidaknya sama dengan angka itu," katanya.