MARKET FLASH: Harga Minyak Global Diprediksi Turun; PBRX Cari Dana US$50 Juta

Bareksa • 14 Sep 2015

an image
Bensin solar untuk bahan bakar minyak (BBM) dituangkan ke dalam jeriken di Abuja, Nigeria May 25, 2015. REUTERS/Afolabi Sotunde

XL Axiata akan terbitkan obligasi Rp2 triliun; Inovisi batalkan rencana akuisisi tambang batubara

Bareksa.com - Berikut sejumlah berita korporasi dan pasar modal yang dirangkum dari surat kabar nasional:

PT Pan Brothers Tbk (PBRX) 

PBRX membutuhkan dana US$50 - 100 juta untuk keperluan investasi pada periode 2016-2019. Wakil Direktur Utama PBRX Anne Patricia Sutanto mengatakan jumlah ini masih bisa bertambah sesuai dengan kebutuhan perusahaan. PBRX bakal mengombinasikan dana sisa rights issue dengan pinjaman baru dari sindikasi perbankan untuk belanja modal.

Perseroan telah memperoleh komitmen renewal financing dari sindikasi perbankan senilai US$240 juta, yang perjanjiannya direncanakan diteken sekitar Oktober 2015. Jumlah itu terdiri dari kredit modal kerja US$200 juta dan kredit investasi US$40 juta. Namun, PBRX tengah melakukan pembicaraan dengan bank untuk mendapatkan opsi green shoe US$30 juta. 

PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA)

PTBA menghentikan eksplorasi selama enam bulan sejak Oktober 2015 hingga Maret 2016. Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Joko Pramono mengatakan perseroan tidak melakukan aktivitas eksplorasi untuk penambahan sumber daya di luar area yang telah memperoleh izin eksplorasi. Menurutnya, jumlah sumber daya batu bara yang dimiliki produsen batu bara milik negara tersebut pada saat ini kurang lebih sekitar 7,29 miliar ton dan cadangan 1,99 miliar ton. Sebelumnya, perusahaan telah beberapa kali melakukan penghentian eksplorasi, termasuk pada awal tahun ini.  

PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) 

Pangsa pasar emiten distributor alat berat HEXA naik menjadi 21 persen meskipun volume penjualan turun. Berdasarkan paparan publik yang disampaikan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Jumat (11/9), volume penjualan ekskavator Hitachi hanya 290 unit sepanjang April - Juli atau anjlok 27,5 persen dari realisasi periode sama tahun sebelumnya.

Namun, penurunan total permintaan dari 2.274 unit pada April - Juli 2014 menjadi 1.383 unit periode sama tahun ini tak memengaruhi pangsa pasar perseroan. Market share emiten berkode saham HEXA itu justru naik dari semula 17,6 persen. Hingga Maret 2016, perseroan menargetkan penjualan ekskavator Hitachi sebanyak 1.222 unit atau 25,2 persen dari total permintaan pasar. 

PT Modernland Realty Tbk (MDLN)

Setelah melakukan transaksi penjualan sekitar Rp300 miliar melalui penjualan lahan seluas 20 hektare, MDLN mencatatkan perolehan pendapatan pra-penjualan (marketing sales) sebesar Rp2,36 triliun pada tahun ini. Investor Relations MDLN Cuncun Wijaya mengatakan pada tahun ini penjualan lahan industri dari perseroan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu. Khusus dari penjualan lahan, MDLN mengantongi marketing sales senilai Rp1,4 triliun. 

PT XL Axiata Tbk (EXCL) 

EXCL bakal meramaikan pasar surat utang syariah tahun ini. Emiten telekomunikasi itu kabarnya akan mengeluarkan sukuk pada sisa tahun ini senilai Rp1 triliun, bagian dari penawaran umum berkelanjutan Rp2 triliun. Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat mengatakan XL Axiata sudah masuk dalam pipeline obligasi BEI. EXCL bakal menerbitkan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I XL Axiata Tahap I/2015. XL Axiata merupakan satu-satunya perusahaan yang menerbitkan obligasi syariah di pipeline BEI.

Tiga perusahaan lain mengeluarkan obligasi konvensional. Mereka adalah PT BII Finance International, PT Federal International Finance, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Eximbank). Samsul tidak menyebut besaran emisi masing-masing perusahaan dan total emisi keempatnya. Saat dikonfirmasi, Direktur Keuangan XL Axiata Mohamed Adlan bin Ahmad Tajudin menyatakan rinciannya nanti diumumkan setelah disetujui. Meskipun demikian, sumber mengatakan nilainya sekitar Rp1 triliun hingga Rp2 triliun. 

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) 

BBNI menargetkan bisa mencapai pertumbuhan kredit sebesar 16 - 18 persen pada tahun depan. Perseroan andalkan sektor konstruksi. Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan dengan situasi perekonomian yang tengah melambat seperti saat ini, sektor konstruksi menjadi primadona lantaran pemerintah tengah meningkatkan pembangunan infrastrukturnya. 

Selain itu, sektor perkebunan juga masih memiliki potensi untuk tumbuh. Meski harga saat ini turun tetapi harga pokok produksi di sektor ini juga turun. Dia mengatakan khusus di sektor pertambangan, lanjutnya, pertumbuhan saat ini masih cukup tinggi. Hanya saja, paling banyak di komoditas minyak dan gas bumi (migas). 

PT Inovisi Infracom Tbk (INVS) 

INVS tahun ini membatalkan rencana mengakuisisi tambang batu bara  di Kalimantan. Pembatalan ini terpicu kondisi pasar batu bara yang kurang kondusif. Meski batal, rencana akuisisi ini dialihkan kepada beberapa pilihan, di antaranya akuisisi perusahaan properti, financial services, atau akuisisi perusahaan minyak dan gas bumi di Kalimantan. Sekretaris Perusahaan PT Inovisi Infracom Tbk Dria Sutomo menyatakan, perseroan belum bisa membuka lebih detail terkait rencana pengalihan akuisisi tersebut. Pihaknya masih mengkaji mana opsi yang lebih menguntungkan. 

Harga Minyak Global 

Goldman Sachs menyulut sinyal buruk ke pasar minyak. Pekan lalu, raksasa perusahaan keuangan yang berbasis di Amerika Serikat (AS) ini memangkas prediksi harga minyak bahkan hingga ke posisi US$ 20 per barel. Hitungan Goldman Sach, dunia kebanjiran pasokan minyak mentah. Memang, Amerika Serikat (AS) menurunkan produksi. Tapi negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) terus memompa produksi minyak.

Kini, suplai minyak dunia mencapai 96,4 juta barel per hari, sementara kebutuhannya hanya 93,5 juta barel per hari. Hingga pekan lalu, posisi stok minyak juga berlebih 2,6 juta barel menjadi 458 juta barel. Akibat melubernya pasokan minyak, Goldman memangkas proyeksi harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tahun 2016 menjadi US$ 45 per barel dari sebelumnya US$ 57 per barel. Bahkan skenario terburuk, jika luberan produksi tak terbendung, harga minyak mentah bakal tergelincir ke level US$ 20 per barel.