Ada Hendropriyono di Tambang Emas Merdeka; Sahamnya Bakal Mengkilat?

Bareksa • 13 May 2015

an image
Presdir PT Merdeka Copper Gold Tbk. Adi Adriansyah Sjoekri (kedua kanan) bersama Wakil Preskom Edwin Soeryadjaya (kiri), Direktur Hardi Wijaya Liong (kedua kiri) dan Direktur Rony N. Hendropriyono usai Paparan Publik di Jakarta 12 Mei 2015 (Antara Foto/Audy Alwi)

PT Merdeka Mineral Copper Tbk mengklaim punya cadangan 90,9 juta ton mineral, termasuk emas dan perak.

Bareksa.com - PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) dan PT Provident Capital Indonesia, dua perusahaan investasi yang didirikan pengusaha Sandiaga S. Uno dan taipan Edwin Soeryadjaya, akan menggelar penjualan saham perdana (initial public offering, IPO) perusahaan tambang mineral PT Merdeka Copper Gold Tbk (Merdeka). Langkah ini menarik, karena Merdeka bahkan belum berproduksi.

Dan lebih menarik lagi, mantan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal TNI (purn) AM Hendropriyono duduk di kursi komisaris utama dan putranya, Rony N. Hendropriyono, menjabat sebagai salah satu direktur. Luas diketahui, Hendro merupakan salah satu tokoh berpengaruh di balik pemerintahan Jokowi dan punya hubungan sangat dekat dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Lalu seberapa mengkilat sebetulnya perusahaan baru ini?

Dalam IPO ini, Merdeka mengincar dana hingga Rp1,8 triliun.

Perusahaan memiliki Tambang Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur, dan saat tulisan ini diunggah masih membukukan rugi bersih. Belum berproduksi, Merdeka menyatakan hakulyakin dapat memberikan keuntungan pada dua tahun mendatang setelah pengembangan tambang emas dan tembaganya rampung. Pasalnya, Tambang Tujuh Bukit diyakini manajemen memiliki sumberdaya tembaga terbesar kedua setelah Grasberg milik Freeport di Papua.

Merdeka menawarkan sebanyak-banyaknya 874 juta saham baru. Bersamaan dengan proses IPO, perusahaan akan melakukan konversi utang obligasi ke saham sebanyak 869,16 juta saham, sehingga jumlah saham beredar Merdeka akan mencapai 4 juta saham. (Baca juga: IPO Usaha Tambang Saratoga; Merdeka Juga Terbitkan Obligasi Konversi)

Dengan harga penawaran Rp1.800 hingga Rp2.100, maka kapitalisasi pasar saham Merdeka bisa mencapai Rp7,11 triliun sampai Rp8,29 triliun. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan perusahaan tambang lainnya yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia.

BUMN yang bergerak di bidang tambang emas dan nikel, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), per 12 Mei 2015 hanya memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp7,7 triliun. Begitupun dengan produsen emas PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) dan PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) yang terafilisasi dengan Grup Bakrie, yang masing-masing cuma Rp3,8 triliun dan  Rp4,1 triliun.

Tabel: Perbandingan Nilai Emiten Tambang Mineral

Sumber: Laporan Keuangan 2014 Perusahaan

Dilihat dari cadangan emasnya, Merdeka pun masih kalah dibandingkan ANTM dan PSAB. Antam memiliki cadangan emas terbesar yaitu 14,560 juta ounce yang didapat dari keempat tambangnya. Posisi kedua diduduki produsen emas milik Johan Lensa, PSAB, yang memiliki dua tambang yang sudah berproduksi di Malaysia dan Sulawesi.

Keunggulan Merdeka hanya pada cadangan bijih tembaga 19,28 miliar pound. Akan tetapi, menurut laporan JORC (Joint Ore Reserve Committee) per 2014, sumber daya tersebut berada di bawah permukaan topografi dan saat ini pun belum dapat ditambang. Sementara itu, BRMS yang memiliki 18 persen saham di Tambang Batu Hijau Newmont dan sudah berproduksi, berhak atas bagiannya sebesar 1,34 miliar pound tembaga. (Baca Juga: Tambang Grup Saratoga Tawarkan Harga IPO Rp1.800 - 2.100, Mahalkah?)

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menyarankan calon investor harus mencermati segala sesuatunya sebelum menanamkan modal di Merdeka. Ini karena ada banyak hal yang belum pasti, termasuk kinerjanya di masa depan.

"Merdeka ini perusahaan start up dan investor hanya membeli potensi sedangkan risikonya cukup besar," katanya kepada Bareksa.

Memang, secara enterprise value (EV), nilai Merdeka paling tinggi dibandingkan perusahaan tambang sejeni lainnya. Akan tetapi, sayangnya cadangannya tidak terlampau besar sehingga terlihat mahal.

Merdeka yang baru beroperasi pada tahun 2012 mengklaim punya cadangan pada lapisan oksida sebesar 90,9 juta ton mineral, yang terdiri dari 2,14 juta ounce emas dan 75,13 ounce perak. Belum mulai berproduksi, tambang ini dioperasikan melalui anak usahanya yaitu PT Bumi Suksesindo (BSI) yang sudah memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dengan luas wilayah 4.998 hektare.

Prospek lain yang ditawarkan Merdeka -- yang masih mencatat rugi $5 juta pada tahun lalu -- adalah keyakinan mereka dapat mencetak laba dalam dua tahun ke depan setelah tambangnya beroperasi. Diproyeksikan, perseroan dapat mencetak laba $19,2 juta pada tahun 2017 nanti.

"Perusahaan ini unik, tidak bisa dibandingkan dengan yang sudah listing. Kami memakai metode Discounted Cash Flow (DCF) dan harga yang sudah ditawarkan tersebut wajar," ujar Novita Lubis, Direktur Bahana Securities yang menjadi salah satu penjamin emisi perseroan.

Perlu dicatat oleh calon investor, ada risiko terkait Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1/2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dalam negeri, yang juga menetapkan larangan ekspor mineral mentah Indonesia keluar negeri. Beleid ini bakal menghambat Merdeka untuk mengekspor produknya tanpa diolah lebih dahulu.

Saat ini, Antam yang dikendalikan oleh pemerintah adalah satu-satunya pemilik fasilitas pemurnian emas bersertifikasi London Bullion Market Association (LBMA) di Indonesia. Oleh sebab itu, Merdeka perlu "menumpang" proses pengolahan emas Antam sebelum dapat mengekspornya. Kecuali, kelak Merdeka membangun fasilitas pemurnian sendiri yang pastinya membutuhkan dana teramat besar. (np, kd)