
Lebih menarik lagi untuk dicatat, dari laporan yang kami pelajari, Wintermar di tahun ini juga memiliki sejumlah peluang dari bakal adanya pertumbuhan proyek-proyek minyak dan gas lepas pantai di Indonesia. Pemerintah telah menyetujui anggaran dana sebesar US$25,6 miliar untuk investasi minyak dan gas pada tahun 2014, meningkat 33 persen YoY.
WINS merupakan perusahaan jasa di bidang pelayaran, melayani khususnya kegiatan angkutan industri minyak dan gas lepas pantai. Kliennya termasuk sejumlah perusahaan multinasional seperti British Petroleum (BP), Exxon, ConocoPhillips, Chevron dan Total.
Sejauh ini, WINS mempunyai posisi yang cukup baik di industri minyak dan gas lepas pantai Indonesia yang masih tergolong underpenetrated, dengan armada yang terdiri dari 68 kapal. Secara historis, jumlah proyek eksplorasi dan produksi terus meningkat, dengan pertumbuhan rata-rata Contract Areas (CA) sebesar 12 persen dalam periode 2010-2012. Pendapatan rata-rata WINS meningkat 32,3 persen YoY pada kurun waktu yang sama.
Posisi WINS juga diuntungkan oleh peraturan cabotage (pemberian hak operasi komersial di suatu wilayah negara hanya kepada perusahaan angkutan dari negara itu sendiri) yang diterapkan semenjak tahun 2005. Instruksi Presiden No. 5/2005 tentang pemberdayaan industri pelayaran nasional melarang kapal berbendera asing beroperasi di perairan Indonesia. Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Perhubungan, jumlah armada kapal berbendera Indonesia pada tahun 2005 hanya 6.041 kapal dengan kapasitas angkut 5,67 juta GT (gross ton). Setelah tujuh tahun kebijakan cabotage ini diimplementasikan, jumlah kapal niaga berbendera merah-putih telah bertambah 7.203 unit atau tumbuh sebesar 119 persen, dengan peningkatan kapasitas angkut mencapai 19,2 juta GT atau 238 persen dibandingkan angka tahun 2005.
Akan tetapi, industri pelayaran di Indonesia sejatinya masih dalam kondisi yang jauh dari kokoh. Meskipun berbendera Indonesia, banyak di antara kapal tersebut merupakan sekadar kapal pinjaman dari operator asing. Persoalan ini ditambah lagi dengan kapasitas infrastruktur pelabuhan Indonesia yang masih tidak sebanding dengan kebutuhan. Aktivitas ekspor-impor Indonesia dengan tonase besar kebanyakan harus melalui Singapura atau Penang, Malaysia; karena kapal berukuran besar tidak bisa memasuki Pelabuhan Tanjung Priok. Padahal, perbaikan pada pelabuhan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan biaya transportasi serta waktu tunggu (dwelling time) di pelabuhan.
Grafik Price-Earning Bands saham WINS selama satu tahun (Sumber: Bareksa.com)
Sebagai salah satu perusahaan jasa kelautan lepas pantai terbesar di Indonesia, WINS mendominasi pangsa pasar karena rendahnya persaingan dari perusahaan asing maupun lokal sejenis.
WINS saat ini juga melakukan Joint Venture dengan perusahaan asing untuk memenuhi permintaan pasar yang membutuhkan kapal yang lebih besar, untuk memperluas armadanya, serta untuk memasok kapal high-tier -- sejumlah faktor yang ke depan diproyeksikan berpotensi menaikkan marjin WINS.
Bergerak di industri yang padat modal, WINS telah membeli 12 kapal baru pada 2013 senilai US$90 juta. Ada sejumlah risiko yang melekat sesuai karakter WINS sebagai sebuah perusahaan padat modal, yakni kenaikan tingkat suku bunga, turunnya harga minyak dan gas, serta keterlambatan supplier dalam membangun kapal, yang dapat menyebabkan rencana ekspansi tertunda. Karena WINS memiliki kebutuhan biaya modal yang tinggi, maka laba WINS sangat dipengaruhi oleh perubahan tingkat bunga yang dapat berdampak ke beban bunga. Selain itu, jika terjadi penurunan harga minyak dan gas -- yang dapat memicu turunnya produksi dan eksplorasi di industri migas -- WINS sebagai perusahaan jasa pelayaran penunjang industri tersebut tentu akan ikut terkena dampaknya. (kd)
*Sigma Kinasih adalah analis Bareksa.com