
Bareksa.com - Dalam berinvestasi, kita sebagai investor pasti selalu memikirkan berapa besar imbal hasil dan perkembangan dana kita. Saat pasar tengah bergejolak, ada kalanya nilai investasi yang kita miliki turun, termasuk di reksadana.
Reksadana berisikan berbagai aset di dalam portofolionya, seperti saham, obligasi dan pasar uang. Dalam hal ini, jenis reksadana yang memiliki bobot besar di aset berfluktuasi (naik-turun cepat) seperti saham, tentu punya risiko tinggi untuk berkurang nilainya saat kondisi pasar sedang turun.
Sebagai contoh, pada pekan terakhir di Januari kemarin pasar modal Tanah Air sedang mengalami tekanan. Hal itu terlihat pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yangturun 7,05 persen sepanjang 25 – 29 Januari lalu. Hal ini tentu berdampak pada reksadana yang memiliki aset saham.
Sumber: Bareksa
Tekanan yang dialami IHSG jelas berimbas terhadap kinerja reksadana saham yang tercermin dari anjloknya indeks reksadana saham dan indeks reksadana saham syariah masing-masing minus 6,59 persen dan negatif 5,48 persen, namun masih sedikit lebih baik dibandingkan dengan IHSG yang longosor hingga 7,05 persen.
Melihat kondisi tersebut, banyak investor yang memegang produk reksadana saham dalam portofolionya langsung cemas karena nilai uangnya ikut berkurang dan menyesali keputusan investasi yang telah dibuat. Biasanya, mereka yang mudah panik ini perlu strategi untuk menghadapi tekanan pasar dan mengambil kesempatan dalam kondisi ini.
Namun, investor dengan tipe agresif atau berprofil risiko tinggi ini biasanya masih bisa tenang menghadapi fluktuasi pasar sementara. Mereka sadar, kalau portofolio yang turun tersebut hanya bersifat sementara dan menyadari bahwa risiko pasar pasti ada.
Karena itu, ada beberapa strategi yang bisa dipilih untuk mengatasi nilai portofolio yang negatif antara lain :
Terutama untuk jenis reksadana saham yang memang sangat disarankan untuk jangka panjang (>5 tahun).
Jika kita telah sadar bahwa tujuan investasi kita adalah jangka panjang dan tidak ada keadaan yang mendesak untuk mencairkan dana, maka sebaiknya jangan melakukan redemption, terutama jika nilainya saat ini masih unrealized loss atau kerugian yang tidak direalisasikan. Seiring pemulihan pasar, nilainya akan naik kembali.
Kondisi pasar saham dan reksadana saham yang sedang turun justru di sisi lain memberikan kita kesempatan untuk bisa menambah aset dengan harga yang lebih murah, dengan harapan seiring waktu berjalan kinerjanya akan bangkit lagi.
Jika uang yang kita alokasikan di reksadana saham akan digunakan dalam waktu dekat, kita bisa mempertimbangkan untuk mengalihkannya ke jenis lain yang memiliki risiko lebih rendah seperti reksadana pendapatan tetap atau pasar uang.
Di sisi lain, fluktuasi yang terjadi pada IHSG pada akhir Januari 2021 rasanya merupakan hal yang wajar mengingat bursa saham kebanggaan Indonesia ini telah rally cukup kencang sejak Oktober 2020 hingga pertengahan Januari 2021. Jadi IHSG ibaratnya perlu rehat sejenak sebelum akhirnya berusaha untuk menanjak lebih tinggi lagi.
Kemudian di tahun ini, sentimen positif juga masih cukup banyak yang bisa mendorong optimisme pelaku pasar. Momentum pemulihan ekonomi, tren suku bunga global yang rendah, likuiditas yang melimpah, hingga vaksinasi Covid-19 menjadi beberapa faktor yang diharapkan bisa mendorong kinerja pasar saham optimal di tahun ini.
Oleh karena itu, kita perlu tenang dan berpikir rasional menghadapi fluktuasi pasar dalam jangka pendek, karena selalu ada peluang yang bisa dimanfaatkan dalam setiap penurunan. Salam cuan!
(KA01/Arief Budiman/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.