BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Sejak Akhir Mei Dana Asing Keluar Rp 20,3 Triliun, Apa Saja Faktor Pendorongnya?

22 Juli 2017
Tags:
Sejak Akhir Mei Dana Asing Keluar Rp 20,3 Triliun, Apa Saja Faktor Pendorongnya?
Seorang karyawan berdiri di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Pertumbuhan kinerja emiten bisa mendorong asing masuk lagi ke pasar modal Indonesia

Bareksa.com - Sejak bulan Mei arus dana asing terus keluar bahkan sejak 26 Mei hingga penutupan perdagangan hari ini, Jumat 21 Juli 2017 telah keluar hingga Rp 20,3 triliun, angka ini terbilang cukup besar. Apalagi saat Indeks Harga Saham Gabungan (HSG) pada hari Kamis kemarin bergerak positif tetapi asing tetap tercatat melakukan penjualan di pasar modal Indonesia. Padahal biasanya peregrakan antara IHSG dan arus dana asing bergerak beriringan.

Grafik: Pergerakan IHSG dan Arus Dana Asing Selama 1 Tahun

Illustration

Promo Terbaru di Bareksa

Sumber: Bareksa.com

Menurut analis Oso Securities, Riska Afriani kekhawatiran asing meningkat terhadap kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) sejak akhir Mei sudah mulai muncul dan ternyata hal tersebut tejadi pada bulan Juni.

Sebelum Hasil rapat Bank Sentral AS (The Fed) diputuskan. Asing telah banyak memindahkan asetnya dari pasar modal ke investasi emas sebagai aset aman atau safe haven.

Grafik: Pergerakan Harga Emas Secara Year to Date (YTD)

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Lalu pada 14 Juni 2017, benar saja The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) sebesar 25 basis poin. Dengan begitu, kini suku bunga acuan terbaru AS menjadi 1 - 1,25 persen.

Selain itu rencana pemerintah Indonesia untuk melebarkan defisit anggaran direspons negatif pelaku pasar yang tercermin dari pelemahan rupiah serta obligasi dalam beberapa hari terakhir.

Pada 7 Juli 2017, nilai tukar rupiah menembus level Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat (AS), level tertinggi sejak pekan awal Januari 2017. Padahal di awal Juni 2017, nilai tukar rupiah sempat menguat hingga di bawah level Rp 13.300 setelah lembaga rating internasional, S&P menaikkan rating utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade). (Baca juga: Indonesia Dapat Rating Upgrade S&P, Ini 4 Faktor Ekonomi Pendorongnya)

Grafik: Pergerakan Rupiah Terhadap Dolar Amerika
Illustration

Sumber: Bareksa.com

Sumber: Bareksa.com

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017, pemerintah berencana untuk meningkatkan defisit anggaran menjadi 2,67 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dari sebelumnya 2,41 persen dalam APBN 2017.

Namun pada skenario terburuk, defisit berpotensi mencapai 2,92 persen. Angka ini tentu mendekati batas anggaran yang diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2003 yaitu 3 persen dari PDB.

Kekhawatiran pun muncul dari pelaku pasar karena Indonesia belum pernah mengalami pembengkakan defisit sejak krisis dan periode pemulihannya yakni antara 1998 - 2001.

Grafik: Defisit APBN Terhadap PDB Indonesia Periode 1998 - 2016
Illustration

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah Bareksa.com

Melebarnya defisit anggaran juga dikhawatirkan akan membebani pembiayaan pemerintah yang berakibat pada pelemahan harga obligasi pemerintah. Hal ini tercermin dari pergerakan yield benchmark obligasi pemerintah 10 tahun. Yield obligasi kembali ke level 7 persen, padahal sebelumnya sempat membaik di bawah level 7 persen.

Grafik: Pergerakan Yield Obligasi Pemerintah 10 Tahun
Illustration

Sumber: Bareksa.com

Sayangnya penjualan obligasi ini juga memicu keluarnya dana investor asing dari Indonesia. Pada obligasi pemerintah, dana investor asing yang keluar berkisar Rp 8 triliun sementara di pasar saham sekitar Rp 2,3 triliun. Inilah yang menjadi salah satu pendorong melemahnya nilai tukar rupiah.

Di samping itu data neraca perdagangan Juni 2017 yang baru saja dirilis memiliki hasil yang kurang cemerlang, di mana angka ekspor dan impor juga turun. Belum lagi indeks manufaktur Indonesia juga turun di bawah 50 dan perkiraan Bank Indonesia (BI) terhadap ekonomi di kuartal II 2017 diperkirakan akan berada di bawah target BI.

Karena itu, Riska melihat yang bisa membawa asing untuk masuk kembali ke pasar modal kita salah satunya adalah pertumbuhan kinerja emiten yang baik di kuartal II ini.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.313,18

Up0,15%
Up3,81%
Up0,02%
Up5,82%
Up18,30%
-

Capital Fixed Income Fund

1.766,42

Up0,60%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,32%
Up17,24%
Up43,22%

STAR Stable Income Fund

1.917,41

Up0,56%
Up2,94%
Up0,02%
Up6,33%
Up30,71%
Up60,33%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.753

Down- 0,46%
Up3,74%
Up0,01%
Up4,38%
Up18,76%
Up47,23%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.035,73

Down- 0,22%
Up1,77%
Up0,01%
Up2,68%
Down- 2,15%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua