BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Asuransi & Dapen Jadi Opsi Sumber Pembiayaan Infrastruktur

29 Maret 2017
Tags:
 Asuransi & Dapen Jadi Opsi Sumber Pembiayaan Infrastruktur
Pemandangan jalan layang (fly over) bus Transjakarta koridor XIII Kapten Tendean-Ciledug sepanjang 9,3 kilometer di Tendean, Jakarta. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Perbankan tidak bisa terus diandalkan untuk pembiayaan proyek yang bersifat jangka panjang

Bareksa.com - Pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan dana jangka pendek dari perbankan. Pasalnya, karakteristik pembiayaan perbankan tidak cocok dengan karakteristik pembiayaan pembangunan infrastruktur yang bersifat jangka panjang.

Lukita Dinarsyah Tuwo, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengatakan sejumlah opsi pun dikaji untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur. Hal itu mengingat keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah dalam anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN). (Baca juga: Selain APBN, Masih Dibutuhkan US$47 Miliar/Tahun Bangun Infrastruktur)

“Asuransi dan dana pensiun, termasuk dana haji dalam bentuk sukuk, dapat menjadi salah satu opsi yang bisa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia. Jadi, pembangunan infrastruktur tersebut tidak harus selalu dibiayai oleh bank infrastruktur. Akan tetapi opsi bank infrastruktur tersebut dapat kita kaji lebih dalam lagi,” ujar Lukita, akhir pekan lalu.

Promo Terbaru di Bareksa

Lukita mengemukakan, pendirian bank infrastruktur memang dapat menjadi opsi untuk memenuhi pembiayaan infrastruktur domestik tetapi bukan merupakan opsi utama. Opsi yang dipertimbangkan untuk dapat digunakan membiayai pembangunan infrastruktur nasional adalah pembiayaan dalam bentuk lain, yakni PINA (Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah) termasuk obligasi jangka panjang yang memanfaatkan dana dari asuransi dan dana pensiun.

Saat ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun berbagai proyek infrastruktur. Kendati demikian, kegiatan pemerintah tersebut hingga kini masih menghadapi kendala pembiayaan. Alokasi dana subsidi BBM dalam APBN sengaja dipangkas pemerintah dan dialihkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Akan tetapi, langkah tersebut masih belum cukup karena dana yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut mencapai hampir Rp1.000 triliun. Oleh karena itu, berbagai opsi pembiayaan, mulai dari pendirian bank infrastruktur hingga mengandalkan utang, kini sedang dikaji pemerintah.

Pembentukan bank infrastruktur mendapatkan dukungan penuh saat Menteri Keuangan masih dijabat oleh Bambang Brodjonegoro. PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebelumnya digadang-gadang bakal menjadi bank infrastruktur. Kendati demikian, hal tersebut hingga kini masih belum mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani masih terus-menerus mempelajari rencana pembentukan bank infrastruktur tersebut.

Bank infrastruktur dianggap bakal mempermudah pemerintah untuk mencari dana guna membiayai pembangunan infrastruktur. Bank Infrastruktur dapat menerbitkan obligasi dalam jumlah besar apabila membutuhkan modal, layaknya Bank Dunia (World Bank) atau Bank Pembangunan Asia (ADB) yang bisa menerbitkan obligasi untuk membiayai proyek-proyeknya.

Peran Industri Keuangan

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap peran industri jasa keuangan, khususnya pasar modal, dalam pembiyaan pembangunan infrastruktur di Indonesia dapat terus ditingkatkan.

“Indonesia setidaknya membutuhkan dana sekitar Rp1.000 triliun untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan sekitar 30 persen dari total dana tersebut dipastikan berasal dari APBN,” ujar Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK.

Selain dari APBN, sebanyak 11 persen dari pembiayaan tersebut ditargetkan berasal dari APBD dan 22 persen dari BUMN. Disamping itu, masih ada segmen pendanaan lainnya, yaitu berasal dari sektor jasa keuangan.

“‎Jadi sisa sumber pendanaan 37 persen kita harapkan dari sektor jasa keuangan. Di sektor ini ada perbankan, industri jasa keuangan non-bank, dan juga dari pasar modal,” papar Nurhaida.

Nurhaida menambahkan, ketiga sektor keuangan tersebut harus bekerja bersama dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur, karena nilainya yang besar dan terbatasnya pembiayaan dari industri perbankan. Dalam hal ini, pasar modal dianggap bisa menjadi alternatif pembiayaan yang cocok karena memiliki instrumen jangka panjang untuk pembiayaan infrastruktur.

“Pasar modal kami lihat cocok untuk pembangunan infrastruktur karena ada surat utang jangka panjang. Di pasar modal itu bentuknya adalah perusahaan infrastruktur bisa menerbitkan obligasi. Kemudian perbankan bisa menerbitkan obligasi untuk bisa menyalurkan kredit,” dia menjelaskan.

Oleh sebab itu, kata Nurhaida, peran pasar surat utang atau obligasi penting sekali untuk terus dikembangkan. Itu karena surat utang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. (K19)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.313,18

Up0,15%
Up3,81%
Up0,02%
Up5,82%
Up18,30%
-

Capital Fixed Income Fund

1.766,42

Up0,60%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,32%
Up17,24%
Up43,22%

STAR Stable Income Fund

1.917,41

Up0,56%
Up2,94%
Up0,02%
Up6,33%
Up30,71%
Up60,33%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.753

Down- 0,46%
Up3,74%
Up0,01%
Up4,38%
Up18,76%
Up47,23%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.035,73

Down- 0,22%
Up1,77%
Up0,01%
Up2,68%
Down- 2,15%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua