BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

El Nino Usai, Fitch Prediksi Harga CPO 2016 Masih Tertekan

25 November 2015
Tags:
El Nino Usai, Fitch Prediksi Harga CPO 2016 Masih Tertekan
Dua pekerja mengumpulkan tandan buah sawit di Pelalawan, Riau, Selasa (22/9). Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) kelapa sawit akan melakukan penanaman kembali atau replanting untuk 15 ribu hektare lahan pada 2015 dan menargetkan 100 ribu hektare pada tahun 2016. ANTARA FOTO/Regina Safri

Prediksi Fitch harga CPO berada dalam kisaran US$600 hingga US$625 per ton.

Bareksa.com - Mendekati akhir 2015, curah hujan mulai tinggi sehingga memberi tanda fenomena El Nino akan segera berakhir. Datangnya musim hujan merupakan pertanda positif bagi produksi kelapa sawit, tetapi harga kelapa sawit pada tahun depan masih diperkirakan akan tertekan.

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings dalam risetnya memperkirakan harga minyak sawit mentah (CPO) masih akan tertekan pada 2016, berada dalam kisaran US$600 - 625 per ton. Angka kisaran itu 50 persen lebih rendah dibanding level tertinggi dalam delapan tahun sebesar US$1.292 pada Januari 2011.

Faktor yang berpengaruh terhadap harga CPO global, menurut Fitch termasuk tingginya pasokan dari Indonesia dan Malaysia, penetrasi biodiesel yang masih rendah, kondisi harga komoditas global yang masih rendah. Bahkan, fenomema cuaca panas El Nino pun tidak mampu menekan jumlah besarnya pasokan dari dua negara produsen utama sawit itu.

Promo Terbaru di Bareksa

"Fitch memprediksi El Nino yang terjadi saat ini tidak dapat memberi cukup dampak buruk bagi produksi CPO sehingga menekan pasokan dan mendongkrak kenaikan harga," tulis tim analis Fitch dalam laporan yang diterbitkan 23 November 2015.

Grafik Produksi CPO Indonesia dan Malaysia

Illustration

Sumber: Riset Fitch Ratings

((pba))

Selain itu, volume ekspor CPO dari Indonesia dan Malaysia juga masih stagnan akibat harga komoditas yang masih rendah dan menekan semua harga minyak nabati global. Di malaysia, akibat ekspor yang stagnan itu, pasokan CPO pun naik menjadi 52 hari untuk 12 bulan terakhir (LTM) pada akhir Oktober 2015, dibanding 33 hari pada akhir Januari 2015 dan 39 hari pada akhir Oktober 2014.

Di sisi lain, pengembangan biodiesel memang memberi dampak positif bagi para produsen CPO karena dapat mendorong permintaan. Akan tetapi, Fitch melihat para produsen otomotif di Malaysia enggan menerapkan biodiesel. Selain itu, infrastruktur rantai pasokan sawit di Indonesia masih belum memadai sehingga belum bisa mendukung penetrasi biodiesel.

Menurut Departemen Pertanian AS, konsumsi biodiesel di Indonesia dan Malaysia pada 2015 masing-masing diperkirakan sebesar 1,45 miliar liter dan 380 miliar liter. Selain itu, angka percampuran (blend rate) di Indonesia 5,57 persen dan 7 persen pada 2015.

Dengan risiko seperti itu, Fitch melihat perusahaan sawit harus menghadapi peningkatan signifikan dalam FFO-adjusted net leverage. Peningkatan risiko utang itu tidak hanya dihadapi emiten kecil tetapi juga para pemain besar. Namun, para produsen besar banyak yang memiliki profil jatuh tempo utang lebih tersebar sehingga tekanan tidak terlalu berat.

Kondisi di industri sawit ini membuat Fitch memberi outlook negatif untuk sektor yang ternyata terkena dampak dari ketidakpastian global. Namun, ada kemungkinan positifnya bagi para produsen sawit. "Kami percaya peningkatan harga CPO berkelanjutan hingga US$700 per ton dapat memperbaiki aliran kas operasional dan menurunkan beban utang perusahaan besar," tulis riset itu.

Selain itu, Fitch juga mungkin memberi outlook industri CPO ini menjadi stabil bila ada perbaikan permintaan CPO sehingga jumlah pasokan di Malaysia turun menjadi 30 hingga 35 hari LTM dan harga naik menjadi US$700 per ton.

Kondisi cuaca La Nina, yang merupakan kebalikan fenomena El Nino, juga diperkirakan membawa lebih banyak curah hujan pada semester kedua 2016. Hal itu dapat menurunkan jumlah produksi dan memberi sedikit peningkatan harga.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia semakin banyak, terutama untuk kawasan Sumatera dan Kalimantan. Hal itu terlihat dari peta di bawah ini dengan warna hijau merepresentasikan curah hujan tinggi dan merah curah hujan rendah, sedangkan kuning menunjukkan curah hujan sedang.

Peta Prakiraan Curah Hujan November 2015

Illustration

Sumber: BMKG

((pba))

Dampaknya terhadap produsen sawit sepanjang tahun ini, harga saham emiten yang bergerak di sektor perkebunan memang mengalami tekanan. Bahkan, indeks sektor perkebunan mencatatkan imbal hasil minus 26.93 persen pada setahun terakhir ini. Return tersebut lebih buruk dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencatat penurunan 11,68 persen.

Dari sejumlah emiten perkebunan berkapitalisasi terbesar, PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) mencatatkan penurunan terdalam selama setahun terakhir sebesar 63,75 persen dan diikuti PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) minus 48,37 persen. Kemudian diikuti oleh PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yang minus 39,35 persen dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) yang turun 35,14 persen. Lalu, emiten sawit grup Astra PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencatat penurunan 25,03 persen.

Grafik Pergerakan Harga Saham Emiten Sawit

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,79

Up0,68%
Up3,10%
Up0,02%
Up6,29%
Up20,00%
-

Capital Fixed Income Fund

1.757,84

Up0,53%
Up3,44%
Up0,02%
Up7,40%
Up18,25%
Up43,13%

STAR Stable Income Fund

1.908,88

Up0,50%
Up2,87%
Up0,01%
Up6,27%
Up31,65%
Up59,98%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.762,89

Up0,50%
Up2,81%
Up0,01%
Up5,44%
Up20,06%
Up48,78%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,34

Up0,52%
Up2,03%
Up0,02%
Up2,02%
Down- 2,73%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua