BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

POLICY FLASH: OJK Ingatkan Risiko Kredit; BI Siapkan 3 Aturan Jaga Cadev

28 September 2015
Tags:
POLICY FLASH: OJK Ingatkan Risiko Kredit; BI Siapkan 3 Aturan Jaga Cadev
Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. ANTARA FOTO/Yudhi M.

Pengawasan pajak investor saham diperketat; tarif listrik turun bulan depan

Bareksa.com - Berikut sejumlah berita kebijakan pemerintah atau regulator yang dirangkum dari surat kabar nasional:

Risiko Kredit

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan adanya potensi peningkatan risiko kredit akibat dampak lanjutan (second round effect) dari pelemahan nilai tukar rupiah. Sementara kalangan industri keuangan dan sektor riil mulai menyiapkan berbagai langkah antisipasi. Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan III OJK Irwan Lubis menilai pelemahan nilai tukar rupiah lebih berdampak pada terakselerasinya risiko kredit akibat second round effect sebab hal itu berdampak pada kemampuan debitor dalam memenuhi kewajiban bayar sehingga menurunkan kolektabilitas kredit. Dampak berupa peningkatan risiko kredit akibat second round effect tersebut diperkirakan baru akan terlihat dalam tiga hingga enam bulan ke depan.

Promo Terbaru di Bareksa

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengakui kualitas aset bank bakal terdampak oleh pelemahan nilai rupiah. Oleh karena itu, OJK telah memberikan stimulus untuk mengakselerasi kredit sekaligus menekan laju kenaikan non performing loan (NPL). Salah satu bentuk stimulus yang diberikan OJK yakni memberikan kemudahan kepada bankir untuk melakukan restrukturisasi lebih awal sebelum keadaan bisnis nasabah memburuk. Kini posisi NPL gross industri per Agustus sebesar 2,7 persen atau NPL net di posisi 1,2 persen.

Cadangan Devisa

Otoritas moneter bersiap meluncurkan paket kebijakan jilid II guna memperkuat cadangan devisa seiring dengan berlanjutnya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam paket yang dirilis Oktober itu, ada tiga kebijakan Bank Indonesia untuk menahan gejolak rupiah. Pertama, memberi insentif bagi para eksportir agar mau menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) dalam bentuk deposito di bank di dalam negeri. Insentif ini berupa pemotongan atau diskon pajak penghasilan (PPh) final yang saat ini sebesar 20 persen. Rencananya, insentif ini akan diberikan atas persetujuan kementerian keuangan, mengingat, BI tak berwenang mengatur pajak

Kebijakan kedua, BI akan revisi Peraturan BI (PBI) Nomor 16/16/PBI 2014 tentang transaksi valuta asing (valas) terhadap rupiah antarbank. Dengan revisi ini, BI akan melonggarkan penjualan valas di pasar forward, atau transaksi pembelian dan penjualan valas dengan kurs yang ditetapkan saat transaksi dilakukan untuk periode tertentu. Kebijakan ketiga terkait swap hedging dengan memberi kepastian kepada pemilik devisa yang melakukan aktivitas di dalam negeri dalam bentuk rupiah. Tenornya minimal setahun.

Pajak Investor Saham

Aparat pajak akan mengejar investor pasar modal yang tidak menyetorkan surat pemberitahuan (SPT) pajak selama dua tahun. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan pihaknya juga akan merekomendasikan bank tembat investor membuka rekening dana untuk membekukan akun investor yang bersangkutan, meski keputusan tetap ada di bank. Kebijakan ini agaknya sejalan dengan program reinventing policy yang diharapkan bisa memaksimalkan penerimaan negara.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek (APEI) Susy Meilina mengatakan, setiap transaksi saham sifatnya final. Sehingga, pelaporan atau urusan pajak sudah diselesaikan di awal transaksi. Adapun, soal sanksi pembekuan rekening efek jika tak melapor SPT, Susy menilai kabar ini masih harus dibahas otoritas pajak dan pasar modal.

Tarif Listrik

Tarif tenaga listrik beberapa golongan yang telah mengalami penyesuaian tarif atau tidak disubsidi lagi, dipastikan kembali akan turun pada bulan depan. Sejak 1 Januari 2015, pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 9/2015, menerapkan skema tarif penyesuaian bagi 10 golongan pelanggan listrik setelah sebelumnya sejak Mei 2014 hanya berlaku pada empat golongan.

Dengan skema tersebut, maka tarif listrik mengalami fluktuasi naik atau turun yang tergantung tiga indikator yakni harga minyak, kurs, dan inflasi. Sementara itu, untuk golongan rumah tangga dengan daya 1.300 VA hingga 2.200 VA, tidak akan naik hingga Desember 2015. Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) Benny Marbun mengatakan, tarif listrik pada Oktober akan turun karena dipengaruhi oleh anjloknya harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada Agustus 2015. Benny menyebutkan kemungkinan tarif listrik akan turun Rp30 - 40 per kilowatthour (kWh).

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,52

Up0,64%
Up3,07%
Up0,02%
Up6,27%
Up19,97%
-

Capital Fixed Income Fund

1.757,52

Up0,53%
Up3,42%
Up0,02%
Up7,36%
Up18,23%
Up42,99%

STAR Stable Income Fund

1.908,5

Up0,50%
Up2,85%
Up0,01%
Up6,31%
Up31,62%
Up59,94%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.762,62

Up0,49%
Up2,79%
Up0,01%
Up5,45%
Up20,04%
Up48,77%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,05

Up0,36%
Up2,00%
Up0,02%
Up2,08%
Down- 2,75%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua